REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang dijadwalkan mengunjungi Rusia awal pekan depan. Dia akan bertemu dan mendiskusikan sejumlah isu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Pada 21-24 Januari, Perdana Menteri Abe akan mengunjungi Rusia dan Swiss. Dia akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Putin pada 22 Januari," kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga pada Jumat (18/1), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.
Sebelumnya layanan pers Kremlin mengungkapkan bahwa Putin dan Abe akan bertemu di Moskow untuk membahas perjanjian damai antara kedua negara. Setelah Perang Dunia II usai, Jepang dan Rusia belum menandatangani kesepakatan damai.
Selain itu, Abe dan Putin diperkirakan akan turut membahas sengketa kepulauan Kuril Selatan. Jepang menyebut daerah itu dengan istilah Wilayah Utara. Sengketa wilayah itu telah berlangsung selama beberapa dasawarsa terakhir.
Pada Rabu lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov meminta Jepang mengakui hasil Perang Dunia II. Namun dia menyangkal kalau permintaannya itu dikategorikan sebagai ultimatum.
"Mengakui hasil Perang Dunia II bukanlah ultimatum atau prasyarat. Itu adalah faktor yang tak terhindarkan dan tak tergantikan dalam sistem internasional saat ini," kata Lavrov.
Dia mengetahui undang-undang Jepang mengabadikan istilah "Wilayah Utara" untuk merujuk Kuril Selatan. Menurut Lavrov, tidak ada yang pernah membuat perjanjian tentang pengembalian wilayah-wilayah itu. "Hal tersebut secara langsung bertentangan dengan kewajiban Jepang berdasarkan Piagam PBB," ucapnya.
Lavrov menjelaskan, ketika Jepang bergabung dengan PBB, negara itu menandatangani Piagam PBB. Pasal 107 Piagam PBB menyatakan bahwa hasil Perang Dunia II tidak dapat ditinjau.
Jepang dan Rusia menyepakati Deklarasi Bersama 19 Oktober 1956. Deklarasi itu menjadi simbol berakhirnya konfrontasi antara kedua negara dalam Perang Dunia II.
Setelah Perang Dunia II, Kepulauan Kuril Selatan menjadi bagian dari Uni Soviet. Namun Jepang menentang kepemilikan Iturup, Kunashir, Kepulauan Shikotan, dan Kepulauan Habomai. Berdasarkan Deklarasi Bersama yang disepekati pada 1956, Uni Soviet setuju untuk menyerahkan Kepulauan Shikotan dan Habomai.
Namun, pada 1960, Jepang menandatangani perjanjian keamanan dengan AS. Hal itu membuat Soviet membatalkan niatnya untuk menyerahkan Shikotan dan Habomai kepada Jepang.