REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gizi baik menjadi landasan setiap individu mencapai potensi maksimal yang dimilikinya. Periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan periode sensitif yang menentukan kualitas hidup di masa yang akan datang.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Widyawati mengatakan, perbaikan gizi, khususnya penurunan stunting menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan kesehatan. "Perbaikan gizi dilakukan melalui pendekatan continuum of care dengan fokus pada 1000 HPK yaitu mulai dari masa kehamilan sampai dengan anak berusia 2 tahun," katanya, Jumat (18/1).
Ia menambahkan, sasaran diperluas dengan mengembangkan jangkauan pelayanan gizi pada remaja puteri dan calon pengantin melalui pemberian tablet tambah darah (TTD), sebagai persiapan periode kehamilan.
Ia menambahkan, perbaikan gizi penting dilakukan karena masalah gizi menyebabkan rendahnya status kesehatan dan gizi sehingga berpengaruh terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), pencapaian pendidikan rendah, dan daya saing bangsa. Apalagi hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 diperoleh angka stunting sebesar 30,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masalah stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena masih di atas ambang batas 20 persen.
Demikian juga dengan meningkatnya angka anemia pada ibu hamil sebesar 48,9 persen (Riskesdas, 2018) dari yang sebelumnya 37,1 persen (Riskesdas, 2013). Masalah tersebut berhubungan dengan fakta yang menunjukkan 70-80 persen ibu hamil belum tercukupi konsumsi energi dan proteinnya (Studi Diet Total, 2014).
"Perbaikan gizi masih perlu dioptimalkan, upaya Kementerian Kesehatan dalam Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga difokuskan pada 4 prioritas yaitu percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), perbaikan gizi khususnya penurunan prevalensi stunting, serta penurunan penyakit menular dan tidak menular," ujarnya.
Pendekatan keluarga dilakukan sebagai strategi perubahan perilaku yang dimulai dari keluarga dan masyarakat dalam penerapan gizi seimbang. Hal itu dilakukan dengan mengedepankan konsumsi ikan, sayur dan buah, serta pengenalan terhadap risiko penyakit.
Namun, ia menambahkan, perbaikan gizi melalui intervensi gizi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa adanya intervensi sensitif dari sektor non-kesehatan, seperti peningkatan produksi pertanian untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga, perlindungan sosial untuk pengentasan kemiskinan melalui program keluarga harapan (PKH), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), penyediaan air bersih dan sanitasi, serta program pemberdayaan perempuan.
Karena itu ia menyebut Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-59 harus dijadikan sebagai momentum meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peran keluarga. Selain itu, perlu menggalang kepedulian dan meningkatkan komitmen dari berbagai pihak dalam membangun gizi bangsa.