Jumat 18 Jan 2019 21:40 WIB

Pakar: Pembebasan Baasyir tak Miliki Dasar Hukum

Bila tak ada dasar hukum, tindakan ini bisa dinilai sebagaui gula-gula politik,

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan pembebasan ustadz Abu Bakar Baasyir jelas tidak memiliki dasar hukum. Hal ini karena bisa dilakukan grasi atau bebas bersyarat.

''Saya bertanya apakah dua hal itu ada dalam soal pembebasan ini atau tidak. Kalau tidak ada, bahkan tindakan ini bertentangan hukum,' kata Margarito Kamis, di Jakarta (18/1).

Akibatnya, lanjut Margarito, kalau pun misalnya terkait soal kemanusian, alasan usia, sakit atau hal serupa lainnya, maka pembebasan dengan cara itu pun harus berdasarkan dengan argumen-argumen hum. Sebab, negara Indonesia adalah negara hukum, bukana negara kekuasaan.

''Kita mengerti dan menghormati soal sisi kemanusiaan terhap ustaz Baasyir. Tetapi sebagai konsekusi negara hukum maka segala tindakan kepadanya itu harus memiliki dasar hukum,'' ujarnya.

Menjawab pertanyaan apakah pembebasan ini terindikasi politik, Margarito mengatakan silakan orang-orang menilainya, terutama dengan merujuk pada situasi politik pilpres yang sekarang tengah terjadi.

''Menurut saya kareana beliau adalah ulama, maka tindakan kepada ustaz Baasyir ini dapat dinilai oleh kalangan politik sebagai 'gula-gula politik' untuk kalangan pemilih tertentu. Dan saya memaklumi itu,'' tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement