Ahad 20 Jan 2019 09:35 WIB

Jadi Andalan Ekspor, Industri Perhiasan Ditarget Menguat

Pertumbuhan industri perhiasan diproyeksikan 5 persen tahun ini.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Perhiasan (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Perhiasan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian memproyeksikan industri perhiasan dapat tumbuh sebesar 5 persen pada 2019. Adapun industri perhiasan merupakan salah satu sektor andalan dalam menopang peningkatan nilai ekspor nasional.

“Apabila mengacu pada target pertumbuhan industri nonmigas di tahun 2019 sebesar 5,4 persen, maka kami memproyeksi industri perhiasan dapat tumbuh di kisaran angka 5 persen juga untuk tahun ini,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih dalam siaran pers, Ahad (20/1).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada periode Januari-November 2018, ekspor perhiasan mencapai 1,88 miliar dolar AS. Tujuan ekspor perhiasan dari Indonesia, antara lain ke negara Singapura, Hongkong, Amerika Serikat, Jepang, Uni Emirat Arab dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belanda, Denmark dan Swedia.

Gati menyampaikan, pihaknya telah memiliki program dan kegiatan dalam rangka meningkatkan daya saing perhiasan nasional. Hal itu di antaranya melalui pelatihan dan pendampingan tenaga ahli desainer, serta bantuan mesin dan peralatan khususnya di Unit Pelayanan Teknis (UPT). Selanjutnya, peningkatan keterampilan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan produksi, serta perbaikan iklim usaha terkait dengan regulasi di bidang fiskal untuk kemudahan impor bahan baku.

Kemenperin mencatat, pada 2015, jumlah industri perhiasan skala menengah besar mencapai 83 perusahaan dan meningkat pada 2017 menjadi 97 perusahaan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 15 ribu orang. Sedangkan, total industri perhiasan skala kecil mencapai 36 ribu unit usaha dengan melibatkan tenaga kerja hingga 43 ribu orang.

Dalam upaya memperluas pasar ekspor, Kemenperin telah melakukan inisiasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar produk perhiasan dari Indonesia tidak terkena tarif bea masuk di negara tujuan ekspor. Hal itu misalnya ke Turki dan Dubai sebagai negara yang potensial.

“Ekspor perhiasan kita memang banyak ke Dubai dan Turki, tetapi kita masih dikenakan tarif bea masuk ke sana sebesar 5 persen, sedangkan Singapura dikenakan bea masuk 0 persen ke Dubai,” ujar Gati.

Menurutnya, Singapura bisa mendapatkan bea masuk 0 persen ke Dubai karena antara kedua negara memiliki perjanjian free trade agreement (FTA). Sementara, Indonesia dengan Dubai belum ada FTA.

Langkah strategis lainnya, Kemenperin aktif memfasilitasi IKM perhiasan di dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada pameran tingkat nasional dan internasional. Contohnya, Surabaya International Jewellery Fair dan Jakarta International Jewellery Fair, sedangkan pameran di luar negeri seperti Hongkong Jewellery Fair.

“Selain itu, kami juga meningkatkan akses pemasarannya dengan program e-Smart IKM,” kata Gati.

Program e-Smart IKM menghasilkan sistem database IKM yang tersaji dalam profil Industri, sentra dan produk yang terintegrasikan dengan marketplace yang ada. Program tersebut dapat diakses konsumen melalui marketplace atau toko online.

“Program ini pun dapat meningkatkan kapasitas pelaku IKM dalam negeri di bidang e-commerce,” ujar Gati.

Hingga 2018, sebanyak 5945 pelaku IKM dari berbagai daerah mengikuti workshop e-Smart IKM. Pada 2019 ditargetkan dapat mencapai total 10 ribu IKM dengan sedikitnya 30 ribu produk IKM yang dapat diakses konsumen melalui marketplace.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement