REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS), pada Sabtu (19/1), telah mengusulkan kesepakatan imigrasi guna mengakhiri penutupan parsial pemerintah atau shutdown yang memasuki hari ke-29. Namun, Partai Demokrat segera menolak usulan tersebut.
Dalam pidatonya di Gedung Putih, Trump menawarkan tiga tahun perlindungan bagi imigran muda tak berdokumen atau dikenal sebagai "Dreamers" serta imigran pemegang status dilindungi sementara (TPS). "Saya di sini hari ini untuk memecahkan kebuntuan dan memberi Kongres jalan ke depan untuk mengakhiri penutupan pemerintah dan menyelesaikan krisis di sepanjang perbatasan selatan," kata Trump.
Usulan Trump itu diapresiasi oleh Pemimpin Senat dari Partai Republik Mitch McConnell. "Rencana itu solusi berani untuk membuka kembali pemerintah, mengamankan perbatasan, dan mengambil langkah-langkah bipartisan untuk menangani masalah imigrasi saat ini," ujarnya.
Namun Demokrat, yang menguasai House of Representative menolak usulan Trump. Ketua House, Nancy Pelosi mengungkapkan tawaran Trump tak dapat diterima karena tidak mewakili upaya dan iktikad baik untuk mengembalikan kepastian bagi kehidupan masyarakat.
Pelosi pun menyebut, bahwa usulan Trump tidak mungkin mendapatkan suara yang dibutuhkan untuk disetujui House atau Senat. Pemimpin Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer sependapat dengan Pelosi.
"Itu adalah presiden yang menarik perlindungan DACA (Deferred Action for Childhood Arrival) dan TPS di awal. Menawarkan beberapa perlindungan kembali sebagai pengganti tembok bukanlah kompromi, tapi lebih banyak mengambil sandera," kata Schumer.
Para Dreamers, yang mayoritas anak-anak muda Latin, dilindungi dari deportasi di bawah program DACA yang diluncurkan pada era pemerintahan Barack Obama, tepatnya pada 2012. Program itu memberikan izin kerja bagi sekitar 700 ribu imigran ilegal. Namun, tak tersedia cara bagi mereka untuk mendapatkan status kewarganegaraan.
Pada September 2017, pemerintahan Trump menyatakan akan membatalkan DACA. Namun, hal itu tetap berlaku di bawah perintah pengadilan.
Sementara, TPS diberikan kepada mereka yang berasal dari negara-negara terdampak konflik bersenjata, bencana alam, atau perselisihan lainnya. Pemegang TPS diizinkan bekerja dan tinggal di AS untuk waktu terbatas.
Program TPS pun dicemaskan oleh pemerintahan Trump. Status khusus untuk imigran asal El Savador, Haiti, Honduras, dan negara lainnya telah dicabut selama pemerintahan Trump.
Shutdown yang terjadi pada era pemerintahan Trump merupakan yang terlama dalam sejarah AS. Penutupan parsial pemerintah telah berlangsung hampir sebulan.
Shutdown telah mengakibatkan sekitar 800 ribu pekerja federal diliburkan tanpa mendapat bayaran. Sementara, mereka yang berdinas di lembaga-lembaga vital tetap bekerja tanpa memperoleh upah.
Shutdown terjadi karena House of Representative tak mengabulkan anggaran yang diajukan pemerintahan Trump untuk membangun tembok perbatasan AS-Meksiko. Trump meminta dana sebesar 5,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 80 triliun.
Kendati telah ditolak karena dinilai sebagai pemborosan anggaran, Trump tetap berupaya mendapatkan dana tersebut. Ia mengklaim tembok perbatasan dibutuhkan guna mencegah masuknya imigran gelap dan penyelundupan narkoba.