Senin 21 Jan 2019 09:26 WIB

Pentingnya Sikap Moderasi Beragama Bagi Kaum Milenial

Silakan mengamalkan ajaran agama, namun jangan menyeragamkannya.

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Agama RI,  Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengajak kaum millenial dapat memahami sikap moderasi beragama. Sebab, sikap ini menjadi formula ampuh dalam merespons dinamika zaman di tengah maraknya intoleransi, ektremisme dan fanatisme berlebihan yang bisa mencabik kerukunan umat beragama di Indonesia.

"Kalau melihat agama secara kelembagaan, pastilah kita akan melihat ragam perbedaan. Tapi, agama juga bisa dan mestinya dilihat dari sisi dalam, yaitu esensi dan subtansinya pada nilai-nilai universal," ujarnya seperti dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag), Senin (21/1).

Baca Juga

Lukman mengatakan, silakan mengamalkan ajaran agama, namun jangan menyeragamkannya. Agama butuh wilayah yang damai. Kehidupan yang damai, butuh spritualitas nilai agama.

Lukman menambahkan, Kemenag sejak tiga tahun lalu gencar mengusung moderasi beragama. Agama dikatakan Menag pastilah moderat. Agama yang datang dari Tuhan adalah untuk kemanusian. "Cara kita mengamalkan ajaran agama, sebagian kita boleh jadi terjebak pada pengamalan yang berlebihan. Di sinilah peran moderasi beragama untuk mengajak kutub-kutub yang berlebihanan kembali ke tengah," ujar Menag.

Hasil kajian Kemenag, lanjutnya, maraknya intoleransi karena pengamalan ajaran agama baru sebatas penekanan formalitas, belum menyentuh nilai-nilai esensial. Nilai itu misalnya agama tidak semata untuk Tuhan, namun juga untuk manusia itu sendiri.

"Berindonesia hakikatnya beragama dan beragama hakikatnya berindonesia. Agama apapun pasti menekankan pada nasionalisme dan cinta Tanah Air," ujarnya.

Untuk itu, Menag mengajak setiap umat beragama di Indonesia agar memiliki kesadaran bahwa mengamalkan ajaran agama hakikatnya sedang menjaga keindonesian. Karena Indonesia merupakan negara religius dan agamis, bukan sekuler.

"Kalau saya mengamalkan ajaran agama yang saya anut itu sesunguhnya saya sedang menjaga Indonesia agar tetap agamis. Sebaliknya, jika saya mengamalkan kewajiban sebagai warna negara Indonesia dan patuh pada ketentuan itu sesungguhnya saya mengamalkan ajaran agama," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement