REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Umi Nur Fadhilah, Fuji E Permana
JAKARTA – Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir turut menjadi perhatian ormas-ormas Islam terkemuka di Tanah Air. Hampir seluruhnya menilai, Ustaz Ba’asyir memang sudah selayaknya dibebaskan.
Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menilai, tidak ada yang salah dengan pembebasan murni Ba’asyir yang merupakan pendiri Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). “Presiden sudah menggunakan haknya. Tidak ada yang salah, baik secara hukum, politik, dan keamanan,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam keterangannya, Ahad (20/1).
Menurut dia, keputusan Presiden Joko Wododo sesuai konstitusi, yakni Presiden memiliki hak memberikan grasi, amnesti, dan abolisi. Karena itu, dia yakin, keputusan pembebasan Ustaz Ba’asyir tidak bertentangan dengan konstitusi.
Mu’ti beranggapan, selain berdasarkan pertimbangan keamanan dan kemanusiaan, pembebasan tersebut sudah semestinya diberikan. Dia memiliki beberapa alasan mendasar. Pertama, Ustaz Ba’asyir sudah sangat tua dan menderita sakit, sehingga perlu mendapatkan perhatian dan perawatan dari keluarga dan dokter. Secara psikologis, dia melanjutkan, pembebasan Ustaz Ba’asyir juga meringankan beban dan memudahkan keluarga dalam memberikan pelayanan.
Kedua, Ustaz Ba’asyir bukan lagi figur sentral dan berpengaruh dalam organisasi dan gerakan radikal serta terorisme di Indonesia. Gerakan Jamaah Islamiah, Alqaidah, dan Ansarut Tauhid yang selama ini dikaitkan dengan Ustaz Ba’asyir sudah sangat lemah.
Dilihat dari sudut waktu, Mu’ti tak menampik keputusan Presiden Jokowi sarat muatan politik. Namun, dia menganggap hal itu wajar. “Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, semua kebijakan pasti bermuatan politik,” ujar dia.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai, pembebasan Ustaz Ba’asyir merupakan bukti pemerintah tidak anti terhadap Islam. Meski demikian, Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU KH Robikin Emhas mengatakan, pembebasan Ustaz Ba’asyir harus tetap dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
“Dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku agar muruah dan wibawa NKRI sebagai negara hukum tetap terjaga," ujarnya.
Terkait niat dari pembebasan itu, Rabithah Alawiyah memilih untuk berprasangka baik. Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zen bin Umar Sumaith mengatakan, pembebasan Ustaz Abu Bakar harus disyukuri. “Apalagi, beliau tokoh ulama dan tokoh Muslim, jadi pendekatannya kemanusiaan. Saya kira, saya mengapresiasi langkah (pembebasan) ini," kata Habib Zen kepada Republika, Ahad (20/1).
Ia menerangkan, karena pembebasan Ustaz Abu Bakar bertepatan dengan tahun politik, opini orang pun berbeda-beda terkait pembebasan itu. Ia mengamini, ada yang bertanya-tanya mengapa Ba’asyir dibebaskan tidak pada saat beliau sakit dan justru mendekati pilpres.
"Tapi, bagi saya pribadi, saya tidak menghukumi hal yang sifatnya batiniah dan tidak kita ketahui. Mudah-mudahan, niatnya baik," ujarnya.
Mengenai Ustaz Ba’asyir yang tak bersedia menyatakan setia kepada Pancasila, PDIP juga melansir sikap mereka, kemarin. “Sekiranya, tidak mau punya komitmen yang kuat tehadap NKRI sebagai kewajiban warga negara, ya, dipersilakan untuk jadi warga negara lain," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta, Ahad.
BACA JUGA: Siapa Bule Viral di Video Pidato Prabowo?
Hasto berpendapat, kesetiaan kepada Pancasila dan NKRI itu bersifat wajib dan tidak bisa ditawar-tawar. Menurut dia, fungsi kemanusiaan sebenarnya tetap bisa dijalankan tanpa melalui pembebasan jika yang bersangkutan menolak untuk setia kepada Pancasila dan NKRI.
Ia mencontohkan, misalnya, melalui fasilitas-fasilitas untuk berobat hingga perawatan yang baik, sehingga aspek kemanusian betul-betul ditunjukkan negara. "Kami juga memahami kebijakan dari Bapak Presiden, tetapi kebijakan Presiden dan para menteri dibatasi oleh konstitusi di mana konstitusi mengatakan setiap warga negara wajib untuk taat sepenuhnya kepada Pancasila dan NKRI," kata dia.
BACA JUGA: Katanya Mau Merebut Suara Milenial, Tapi Kok....
(rizkyan adiyudha ed: fitriyan zamzami)