Senin 21 Jan 2019 16:14 WIB

Rumah Penetasan Lebih Efektif dari Penutupan Taman Komodo

Reproduksi biawak komodo tergolong lambat.

Seekor komodo berada dalam pengawasan penjaga di Pulau Rinca, Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, Ahad (14/10).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Seekor komodo berada dalam pengawasan penjaga di Pulau Rinca, Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, Ahad (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti zoologi pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Evy Arida mengatakan fasilitas rumah penetasan akan lebih efektif untuk membantu meningkatkan populasi komodo. Upaya tersebut bisa dilakukan juga selain rencana menutup Taman Nasional Komodo (TNK) selama setahun.

"(Kalau untuk) menaikkan populasi (komodo) secara langsung dalam kurun waktu satu tahun sepertinya tidak mungkin. Kecuali memang sudah ada telur-telur biawak komodo (Varanus komodoensis) yang siap ditetaskan," kata Evy dihubungi di Jakarta, Senin (21/1).

Dengan demikian, kata dia, selain menutup taman nasional yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut selama setahun perlu juga dilakukan penetasan telur dan dipelihara selama setahun di rumah penetasan. "Ketika ukuran anak-anak komodo sudah melewati masa rentan predasi oleh jantan dewasa spesies biawak besar ini, baru dilepaskan ke habitatnya," katanya.

Adanya rumah penetasan ini, lanjut Evy, bertujuan untuk memaksimalkan presentase penetasan telur dan melindungi anak komodo yang baru menetas dari predator atau aksi kanibalisme seperti di kebun binatang. Karena itu, ia mengatakan perlu diklarifikasi apakah niat melakukan penutupan taman nasional selama satu tahun itu harapannya memang menambah individu biawak komodo atau memaksimalkan periode kawin saja.

"Kalau untuk menambah individu, barang kali maksudnya untuk melindungi telur yang sudah ditaruh di sarang burung megapoda dari keusilan turis," kata Evy. Reproduksi biawak komodo, menurut Evy, relatif lambat. Musim kawin sekitar lima bulan dan betina bertelur sekitar 20 butir saja.

"Delapan bulan baru menetas telurnya dan ada kemungkinan hanya 25 persen saja yang berhasil menetas," lanjut Evy.

Menurut dia, bahaya kanibalisme hewan jantan cukup tinggi. Komodo sudah menjadi dewasa di usia delapan tahun dan dapat hidup hingga lebih dari 25 tahun.

Sebelumnya diberitakan bahwa Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan kawasan wisata TNK akan ditata kembali untuk menjaga habitat komodo agar dapat berkembang dengan baik. Gubernur NTT tidak menyebutkan kapan tepatnya penutupan wisata taman nasional yang menjadi rumah dari biawak besar ini, namun hal tersebut diyakninya dapat mempermudah  pemerintah daerah dalam menata kawasan wisata ini.

Viktor juga mengatakan habitat komodo di Pulau Komodo, Rinca, Gili Motang dan Gili Dasami memang perlu diperbaiki agar bisa meningkatkan populasi. Selain itu, dirinya menilai kondisi tubuh spesies biawak besar ini tidak lagi sebesar dulu, karena rusa yang menjadi pakan alaminya banyak diburu oleh oknum tidak bertanggung jawab.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement