REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman tunduk pada tekanan Amerika Serikat (AS) dengan melarang maskapai Iran Marhan Air dari wilayah udara negara itu. Jerman menuduh pesawat maskapai itu membawa senjata dan penasehat untuk membantu pasukan Presiden Suriah Bashar Al-Assad dalam perang saudara di Suriah.
Sumber senior pemerintah Jerman mengatakan kepada Reuters pada Senin (21/1) bahwa Berlin telah mencabut hak mendarat maskapai Marhan Air karena dicurigai digunakan untuk tujuan militer oleh Pengawal Revolusi Iran. Berlin juga menyebut ada alasan keamanan lain.
"Langkah itu bukanlah sanksi umum yang diterapkan terhadap Iran," kata sumber tersebut.
Pencabutan izin operasi Marhan dilakukan setelah upaya terpadu AS, yang pertama kali memasukkan maskapai itu dalam daftar terget sanksi mereka pada 2011. Kabar pencabutan sanksi itu awalnya dilaporkan oleh harian Sueddeutsche Zeitung serta penyiaran publik NDR dan WDR.
Pada September, Duta Besar AS untuk Jerman Richard Grenell menulis di Twitter mengenai keberatannya atas berlanjutnya kegiatan operasional maskapai itu di Jerman. "Mahan Air secara teratur menerbangkan pejuang dan barang ke Suriah untuk mendukung rezim Assad," kata pernyataan rilis pers pihak kedutaan.
"Kenapa Mahan Air diizinkan terbang ke Munchen dan Duesseldorf. Saya akan menanyakannya setiap hari," tanyanya di Twitter. Pernyataan itu juga mengancam perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan Mahan Air dengan sanksi AS.
Negara-negara Eropa berada di bawah tekanan AS yang terus-menerus mengupayakan penerapan kembali sanksi terhadap Iran sejak Presiden Donald Trump menarik negaranya dari perjanjian nonprofelirasi nuklir yang telah dicapai dengan Iran di bawah pendahulunya, Barack Obama.
Iran dan negara lain yang ikut menandatangani perjanjian itu - Jerman, Prancis, Inggris, Rusia, dan Cina - masih berupaya mempertahankan perjanjian itu.
Negara-negara Eropa, yang memiliki hubungan ekonomi yang lebih besar dengan Iran dan mewaspadai ancaman yang ditimbulkan negara bersenjata nuklir lain di wilayah terdekat mereka, berupaya melindungi diri dari dampak sanksi ekstrateritorial AS, dengan hasil yang minim.