Senin 21 Jan 2019 23:30 WIB

Eva Bande dan Sedulur Sikep Terima Yap Thiam Hien Award

Eva Bande dan Sedulur Sikep dinilai berkontribusi dalam menjaga lingkungan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nur Aini
Eva Susanti Bande (berdiri)
Foto: Antara/Andika Wahyu
Eva Susanti Bande (berdiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Yap Thiam Hien menganugerahkan penghargaan hak asasi manusia Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2018 kepada Eva Bande dan Sedulur Sikep karena dianggap telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga kelestarian lingkungan.

"Keduanya dianggap sebagai sosok dengan perjuangan yang panjang untuk menjaga dan merawat bumi nusantara," ujar Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo ketika memberikan sambutan sebagai salah satu juri YTHA 2018, di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta, Senin (21/1).

Yosep mengatakan baik Eva Bande dan Sedulur Sikep telah mengalami perjalanan panjang dalam mempertahankan tanah adat dari kerusakan lingkungan, serta memiliki keyakinan bahwa tugas manusia hanya sekadar menjaga, merawat, dan memanfaatkan alam. Kedua peraih penghargaan hak asasi manusia ini dikatakan Yosep telah memperjuangkan terpenuhi hak masyarakat, baik hak politik serta hak atas ekonomi, sosial, dan budaya.

"Pembangunan tidak boleh lagi mengabaikan elemen hak-hak masyarakat, justru harus diorientasikan kepada terpenuhi hak masyarakat," ujar Yosep.

Eva Bande merupakan aktivis lingkungan yang berjuang membela petani Toili di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah dalam mempertahankan hak atas tanah garapan, tanah adat, dan perlindungan kerusakan alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang dari ekspansi industri perkebunan kelapa sawit. Eva sempat ditangkap dan dipenjara bersama dengan 23 petani Toili selama empat tahun karena aksi perjuangannya tersebut.

Sementara itu, Sedulur Sikep atau yang dikenal dengan nama Masyarakat Samin merupakan kelompok masyarakat yang melakukan perlawanan baik melalui jalur hukum maupun kajian akademis terhadap pertambangan di wilayah Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah oleh sejumlah perusahaan semen. Salah satu aksi protes Sedulur Sikep adalah melakukan pemasungan diri dengan memasukkan kaki ke dalam semen yang dilakukan di depan Istana Negara, Jakarta.

Dewan Juri YTHA 2018 adalah Makarim Wibisono, pegiat isu politik dan HAM Clara Joewono, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, aktivis pendidikan Henny Supolo, aktivis perempuan Maria Hartiningsih, pegiat isu pluralisme Imdadun Rahmat, dan pegiat isu hukum dan HAM Haris Azhar. YTHA merupakan sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi HAM setiap tahun kepada orang-orang yang dinilai telah berjasa besar dalam upaya penegakan HAM di Indonesia.

Aktivis lingkungan asal Sulawesi Tengah Eva Bande menyampaikan Thiam Hien Award sebagai pemantik perjuangan. Eva merasa tak menyangka ketika akhirnya meraih penghargaan bidang HAM bergengsi itu. Sebab, menurutnya banyak aktivis HAM di Indonesia yang layak meraih penghargaan tersebut.

 

"Yap Thiam Hien Award ini jadi pemantik api perjuangan bagi saya dan semua yang telah terhimpun dala serikat tani pejuang merebut keadilan atas tanah. Perjuangan kita ialah perjuangan menegakan HAM di Indonesia," katanya dalam sambutan.

 

Ia mendedikasikan penghargaan itu bagi para pejuang HAM lain yang tengah berjuang atau malah terpenjara. Ia meminta semangat perjuangan HAM tak pernah surut walau ada ancaman baik fisik maupun mental.

 

"Penghargaan ini jadi alat tak lekang waktu yang akan mengontrol kendali aktivisme di sisa hidup saya," ujarnya.

 

Ia menekankan akan selalu menjaga nama baik Yap Thiam Hien Award. Pasalnya, predikat sebagai penerima Yap Thiam Hien Award bakal menempel seumur hidup.

 

"Maka saya wajib merawat label penerima penghargaan ini karena akan terus melekat ibarat bayangan terus mengikuti aktivisme saya," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement