REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian menyampaikan rekomendasi impor gula mentah dikeluarkan berdasarkan permintaan dari industri. Saat ini, pemerintah tengah melakukan verifikasi industri mana yang masih membutuhkan impor gula.
"Rekomendasi dikeluarkan tergantung permintaan industri. Saat ini sedang diverifikasi industri mana saja yang membutuhkan dan kita lihat stok mereka masih ada atau tidak," kata Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono saat dihubungi di Jakarta, Selasa (22/1).
Menurut Sigit, kebutuhan gula mentah untuk industri makanan dan minuman sepanjang 2019 mencapai 3,6 juta ton. Namun, rapat koordinasi terbatas memutuskan bahwa impor gula mentah tahun ini sebesar 2,8 juta ton.
Jumlah tersebut ditetapkan berdasarkan survei yang dilakukan di industri makanan dan minuman nasional. Mereka masih memiliki stok gula yang dapat digunakan sebagai bahan baku produksi tahun ini sekitar 800 ribu ton.
Sigit menambahkan, Kemenperin akan mengeluarkan rekomendasi impor gula mentah per enam bulan, sehingga importasinya dilakukan sebanyak dua kali. Pada enam bulan pertama, Sigit memprediksi jumlah impor gula mentah akan lebih besar ketimbang enam bulan selanjutnya, mengingat akan ada momen puasa dan lebaran, di mana kebutuhan biasanya meningkat.
"Kira-kira 60 persen impor dilakukan untuk enam bulan pertama, dan 40 persennya di enam bulan terakhir," tukas Sigit.
Dalam mengeluarkan rekomendasi, Kemenperin memastikan agar jumlah impor gula mentah disesuaikan dengan kebutuhan ril industri. "Kami pastikan yang diimpor itu sesuai dengan kebutuhan industri. Oleh karena itu kami perlu memverifikasi berbagai data," ungkapnya.
Menurut Sigit, impor gula mentah tersebut dibutuhkan untuk mendukung target pertumbuhan industri makanan dan minuman sebesar delapan persen hingga pengujung 2019.