REPUBLIKA.CO.ID, Apakah Ustaz Abu Bakar Baasyir akan melunak dengan mengakui bersalah dan Pancasila? Pertanyaan 'super sensitif' ini sempat diajukan kepada salah seorang alumni Pondok Pesantren Ngruki yang selama ini 'diam-diam' malang melintang dalam dunia politik. Untuk menjawab soal ini, dia menjawabnya ringan sambil tertawa-tawa.
''Harap tahu dan dipahami ya, Bagi Ustaz Baasyir pertanyaan itu sudah selesai. Bagi orang seperti beliau 'penjara dan istana; sama saja. Cuma beda kamar?,'' katanya ringan, di Jakarta, Selasa (22/1).
Tak hanya itu masih sembari tertawa dia kemudian mengkritisi polemik soal pembebasan Baasyir. Katanya, jelas kebijakan yang tidak bermanfaat bagi posisi dan elektabiltas Presiden Jokowi bila ingin Baasyir merubah sikapnya dengan tak lagi mempersoakan atau menyandingkan soal Islam dan Pancasila. Sebab, para dia dan para pengikutnya tidak akan merubah sikapnya.
''Saya tetap yakin kalau Ustaz Baasyir malah pilih masuk penjara lagi kalau harus mengubah keyakinannya. Dan itu sudah dia buktikan dengan tak mau menandatangi syarat apa pun meski dapat kompensasi bebas dari penjara. Dalam darah Ustaz Baasyir hanya ada Allah dan Rasulullah saja. Tak akan ada atau terjadi negoisasi soal ini,'' tegasnya lagi.
Pada soal tersebut, lanjutnya, dia mempersoalkan manuver pembebasan Baasyir. Apa yang dibuat Yusril Ihza Mahendra tak bisa teraba maksudnya karena berimplikasi multidimensi, mulai dari soal politik pilpres, hukum, hingga soal praktis biasa lainnya.''Ustaz Baasyir tahu itu. Dia sekarang pegang kendali malah. Justru yang repot ada pada sisi Pak Jokowi sendiri, antara pendukungnya malah saling berantem. Ustaz sih tenang-tenang saja.''
''Di sinilah saya tak bisa paham apa yang dipandang dan dikaji dari tim Pak Jokowi. Apakah mereka tahu secara detail soal Islam politik di Indonesia beserta cabangnya dengan baik? Kalau tidak masuk akal bila tampak menabrak-nabrak dan bingung menghadapi sikap Abu Bakar Baasyir,'' tambahnya.
Dia pun paham, bila ustaznya memang mempunya arti yang tinggi dalam politik pilpres. Dan ini pun sudah dibuktikan sejak era Presiden Megawati. Bahkan, Baasyir oleh sebagian pihak dijadikan kunci sebagai penentu dari kemenangan dan kekalahan Megawati dalam Pilpres 2004 silam.
''Ente masih ingat kan, waktu itu Presiden Amerika Serikat sampai telepon dua kali Presiden Megawati agar tangkap Ustaz Baasyir. Tapi permintaan itu selalu Megawati tolak dengan mengatakan apa jadinya umat Islam kalau Baasyir sampai ditangkap? semua tahulah isu ini apa kemudian akibatnya. Megawati tidak bisa memenangkan Pilpres dan penggantinya kemudian menangkap Abu Bakar Baasyir. Ini bukti sejarah soal betapa pentingnya sosok ustaz saya itu,'' katanya,
Belakangan ini soal pembebasan Baasyir yang tanpa memang menimbulkan polemik. Praktisi hukum Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir memang sudah dipersiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menurutnya, kajian itu sudah selesai dilakukan hari ini.
"Kajiannya sudah dipersiapkan oleh Kemenkumham yang menangani pembinaan narapidana. Hari ini kajian itu boleh dikatakan sudah rampung," kata Yusril pada Republika.co.id, Senin (21/1).
Yusril menjelaskan, pada prinisipnya pembebasan Ustaz Baasyir didasarkan pada Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang Permasyarakatan dan PP nomor 28 tahun 2006. PP 99 Tahun 2012 yang memperberat syarat-syarat pembebasan bagi napi terorisme, korupsi, dan lainnya tidak berlaku bagi Baasyir.
"Sebab beliau divonis inkracht tahun 1999," kata Yusril menjelaskan.
Terkait ketidaksediaan Ustaz Baasyir menandatangani pernyataan kesetiaan pada Pancasila, Yusril menuturkan, hal itu tidak ada dalam PP 28 Tahun 2006. Oleh karena itu, tidak ada norma hukum yang dilanggar dalam pembebasan Ustaz Baasyir.
"Sedangkan Permenkumham Nomor 12 Tahun 2018, tidak ada hubungannya dengan PP 26 Tahun 2008 karena Permenkumham itu merupakan pelaksanaan PP 99 Tahun 2012," kata dia.
Sementara, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu pun sudah bereaksi soal pembebasan Baasyir. Dia menegaskan, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir harus mengakui ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni Pancasila, jika ingin bebas. Menurut Ryamizard, setiap negara memiliki pandangan hidup dan dasar negara atau ideologi.
Ideologi negara Indonesia adalah Pancasila. "Iya dong (harus mengakui Pancasila). Kalau tidak numpang aja. Kalau lama bisa diusir," kata Menhan usai acara "Coffee¿ Morning" dengan para Atase Pertahanan (Athan) sejumlah negara sahabat di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (22/1).
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini berharap Ba'asyir bisa menerima ideologi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Menurut Ryamizard, tidak mungkin seorang warga negara Indonesia (WNI) seperti Ba'asyir bisa hidup di negara ini jika tidak mengakui Pancasila.
Jika masih ada orang yang tidak mengakui Pancasila berarti orang itu hanya numpang sementara. Kalau sudah tinggal lama, selayaknya dikeluarkan dari negara ini.
"Kalau tidak akui Pancasila, namanya numpang. Kalau numpang itu sebentar aja. Jangan lama-lama. Rugi negara kalau terlalu lama," tuturnya.
Dalam pertemuannya dengan sejumlah atase pertahanan negara sahabat, tambah Ryamizard, tidak ada protes ataupun dukungan dari para Athan terkait wacana pembebasan Ba'asyir. "Mereka hanya mendukung setiap upaya pemberantasan teroris di Indonesia," tuturnya.
Senin petang kemarin (21/1), Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih dalam terkait pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir.
Menurut Wiranto dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan di Jakarta, itu menyatakan, pihak keluarga memang telah meminta pembebasan sejak 2017 karena usia lanjut dan kesehatan yang terus menurun.
Atas dasar itu dan alasan kemanusiaan, Presiden Jokowi memahami permintaan keluarga Ustaz Abu Bakar Ba'asyir. Kendati demikian, menurut Wiranto, pembebasan Ustad Abu Bakar Ba'asyir juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti kesetiaan kepada Pancasila, hukum dan lain sebagainya.
"Presiden tidak grusa-grusu, serta merta, tapi perlu mempertimbangkan aspek lainnya. Karena itu Presiden memerintahkan pejabat terkait melakukan kajian mendalam dan komprehensif merespons permintaan itu," katanya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya pun telah menyebutkan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dilakukan demi dan atas dasar pertimbangan alasan kemanusiaan.
"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya, beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah meninjau Rusun Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah di Desa Nglampangsari, Cilawu, Garut, Jabar, Jumat (18/1).