REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengaku keberatan dengan rencana pemberlakukan pajak bagi pelaku UMKM online. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo pun mengaku telah mengirimkan surat pernyataan keberatan tersebut kepada Kementerian Keuangan. Soekarwo merasa keberatan lantaran kontribusi UMKM Jawa Timur cukup besar untuk skala nasional.
"Kami sudah kirim surat terkait hal itu, artinya keputusan harus dihapus dengan keputusan," kata Soekarwo ditemui usai acara Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bersama Bank Indonesia (BI) di Surabaya, Rabu (23/1).
Soekarwo mengungkapkan, total UMKM di Jawa Timur saat ini mencapai 13,1 juta dari total 66 juta secara nasional. Sementara itu, yang sudah memasarkan produknya melalui online di Jatim sebanyak 1.294 Industri Kecil Menengah (IKM), ditambah 900 ribu yang berkontribusi terhadap warung.
Pria yang akrab disapa Pakde Karwo iti pun menargetkan, sebanyak 27 ribu UMKM di Jatim akan masuk pasar digital pada 2019. Maka dari itu, dia merasa membutuhkan kemudahan dalam prosesnya, demi tercapai target tersebut. Pemprov Jatim juga sudah menyiapkan Warung Digital sebagai langkah mendorong potensi UMKM terus berkembang.
UMKM di Jatim mempunyai kontribusi yang tinggi pada Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim. Bahkan, secara nasional, kontribusi UMKM di Jatim mencapai 20 persen, atau nomor dua setelah DKI Jakarta.
Sementara itu, rencananya pemerintah akan menerapkan aturan dalam PMK Nomor 210/PMK.010/2018 yang mengharuskan pelaku UMKM yang sudah e-commerce mambayar pajak. PMK 210 itu tentang perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang mulai efektif pada April 2019 mendatang. Para pedagang online nantinya berkewajiban membayar pajak final dengan tarif 0,5 persen dari omzet, dengan catatan, omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun.