REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan, kesetiaan pada NKRI dan Pancasila menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Tanpa syarat itu, tidak ada kebebasan untuk Ba'asyir.
"Oh ya (mutlak), kan ketentuan, saya hanya mengatakan, itulah syarat undang-undang," kata Yasonna di Kompleks DPR RI Jakarta, Rabu (23/1).
Terkait opsi bebas bersyarat, maka kata Yasonna, harus ada syarat syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syarat itu, adalah kesetiaan pada NKRI dan Pancasila. "Kalau beliau selesaikan itu maka akan bebas," kata Yasonna.
Yasonna merujuk pada Permenkumham nomor 3 tahun 2018. Yasonna mengklaim, Kemenkumham juga sudah menyodorkan pernyataan ikrar keserjaan pada NKRI dan Pancasila. Namun, Ba'asyir menolaknya. Sehingga, pemerintah harus menunda kebebasan Ba'asyir.
"Kita buat kajian dari perspektif undang undang, keamanan, kemudian yang berkaitan dengan surat yang harus dipenuhi supaya kita tidak menabrak. Ini kan dikatakan alasan politik ini jadi persoalan yang akhirnya diputar putar. Kita tunduk pada ketentuan UU saja," ucap Yasonna.
Yasonna pun menyampaikan, pihak keluarga Ba'asyir sudah sempat mengajukan permohonan untuk menjadikan Ba'asyir sebagai tahanan rumah setahun lalu. Tapi, secara hukum hal tersebut tidak dimungkinkan. Kemenkumham pun menyarankan untuk memindah lapas Ba'asyir, dari Gunung Sindur ke Solo.
Namun, fasilitas yang ditawarkan Kemenkumham ditolak pihak keluarga. Sehingga, Ba'asyir tetap melanjutkan masa hukumannya di Gunung Sindur.
"Keluarga mengatakan, kalau memang tidak diberikan tahanan rumah, ya mending di Sindur saja dengan pertimbangan lebih mudah akses kesehatannya di Jakarta. Jadi kalau terjadi sesuatu lebih mudah aksesnya," kata Yasonna.