REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mendukung pelaksanaan Festival Pesona Bau Nyale yang akan digelar pada 17 Januari hingga 25 Februari 2019. Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kemenpar Esty Reko Astuty mengatakan, Festival Pesona Bau Nyale merupakan satu dari empat event pariwisata NTB yang masuk dalam agenda pariwisata nasional 2019 selain Festival Tambora, Festival Moyo, dan Festival Pesona Khazanah Ramadhan.
Esty menilai, Festival Pesona Bau Nyale 2019 akan memiliki sejumlah tambahan rangkaian kegiatan dibanding tahun sebelumnya, salah satunya adalah peragaan busana muslim kontemporer dengan mengedepankan kearifan lokal seperti kain tenun.
"Branding NTB sebagai wisata halal harus terus dijaga, peragaan busana Muslim kontemporer juga salah satu upaya untuk meneguhkan branding tersebut," ujar Esty saat jumpa pers tentang persiapan Festival Pesona Bau Nyale 2019 di Hotel DMax, Lombok Tengah, NTB, Rabu (23/1) lalu.
Demi menghasilkan peragaan busana yang berkualitas, panitia bahkan mendatangkan desainer ternama, Samuel Wattimena. Esty melanjutkan, panitia juga sedang mengupayakan untuk meminta koreografer Denny Malik mau ikut ambil bagian dalam perayaan pada puncak acara. Kepiawaian Denny saat menjadi penata tari untuk pembukaan Asian Games 2018 dinilai mampu memberikan sentuhan berbeda dalam pagelaran Festival Pesona Bau Nyale.
"Kita sedang coba Denny Malik agar menjadikan puncak acara tidak hanya sekadar konvensional, tapi ada nuansa baru yang bisa tampak berbeda," ucap Esty.
Sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menggelar Festival Pesona Bau Nyale memang tak main-main. Menurut Esty, hal ini tak lepas dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta setiap event pariwisata dikemas secara profesional agar menarik minat wisatawan.
"Kita (Kemenpar) akan berikan pendampingan supaya ini profesional, pesan pak presiden juga begitu, setiap event harus profesional," ungkap Esty.
Selain peragaan busana Muslim kontemporer, Festival Pesona Bau Nyale 2019 juga akan diramaikan dengan adanya pemilihan Putri Mandalika dan kampanye gerakan zero waste atau bersih dari sampah. Esty mengatakan, pada penyelenggaraan sebelumnya, Bau Nyale yang menarik ribuan orang kerap menyisakan persoalan sampah setelah acara. Ke depan, dia mengajak masyarakat dan wisatawan untuk tidak lagi membuang sampah sembarangan di lokasi acara yang digelar di Pantai Seger, kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika.
Bau Nyale merupakan tradisi masyarakat Lombok sejak turun temurun, terutama yang berada di bagian selatan. Mereka berburu cacing laut jenis Wawo atau Nyale dalam bahasa Sasak yang muncul setahun sekali
Bau Nyale atau menangkap cacing laut merupakan sebuah tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi penduduk asli Pulau Lombok yakni suku Sasak. Pesta Bau Nyale ini erat dengan sebuah cerita rakyat yang berkembang tentang hikayat seorang putri cantik bernama Mandalika.
Putri dari pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan memesona. Kecantikannya tersebar hingga ke seluruh Lombok sehingga Pangeran-Pangeran dari berbagai Kerajaan seperti Kerajaan Johor, Kerajaan Lipur, Kerajaan Pane, Kerajaan Kuripan, Kerajaan Daha, dan Kerajaan Beru berniat mempersuntingnya.
Sang Putri menjadi gusar. Sebab, jika memilih satu di antara mereka maka akan terjadi perpecahan dan pertempuran di Gumi Sasak, nama lain Pulau Lombok. Sang Putri akhirnya mengundang seluruh pangeran beserta rakyatnya untuk bertemu di Pantai Kuta, Lombok pada tanggal 20 bulan ke-10 menurut perhitungan bulan Sasak tepatnya sebelum Subuh.
Di hadapan para pangeran dan rakyatnya, Sang Putri meloncat ke dalam laut. Seluruh rakyat yang mencarinya tidak menemukan jasadnya. Setelah beberapa saat, datanglah sekumpulan Cacing berwarna-warni yang menurut masyarakat dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika. Munculnya cacing berwarna-warni ini menjadi salah satu agenda yang paling ditunggu-tunggu bagi masyarakat Lombok maupun para wisatawan.