REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi menyatakan, dalam tren kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) terdapat tiga kecamatan yang memiliki penderita terbanyak. Tiga wilayah tersebut yakni Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi Barat, dan Bekasi Timur.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Bekasi, Dezi Syukrawati mengatakan, ketiga wilayah itu paling banyak terjadi kasus DBD dikarenakan termasuk dalam kawasan permukiman padat penduduk. Hal itu secara alamiah mengundang migrasi nyamuk ke wilayah tersebut.
“Dari tiga wilayah itu, yang terbanyak ada di Bekasi Utara karena memang ini wilayah baru yang padat. Bisa juga karena banyak perumahan baru, saluran air belum tertata dengan baik sehingga jadi sarang nyamuk,” kata Dezi di Bekasi, Kamis (24/1).
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan sepanjang tahun 2018, total kasus penderita DBD dari 42 rumah sakit di Kota Bekasi mencapai 626 kasus. Pada Kecamatan Bekasi Utara tercatat ada 129 kasus dengan 1 kasus kematian. Sementara, di Kecamatan Bekasi Barat dan Bekasi Timur masing-masing mencapai 107 dan 69 kasus. Oleh sebab itu, pada tahun 2019 ini ketiga wilayah tersebut perlu diperhatikan.
Adapun total kasus DBD sepanjang 2017 mencapai 699 kasus, atau menurun dari tahun 2016 sebanyak 3.813 kasus. Dezi menyebut, tren menurun itu cukup mencerminkan pemahaman masyarakat yang mulai baik dalam menjaga kondisi lingkungan masing-masing.
“Sebab, untuk penyakit DBD itu tidak ada obatnya. Perawatan yang ada di rumah sakit itu lebih kepada menjaga stabilitas kondisi tubuh,” kata dia.
Dezi pun mengimbau kepada masyarakat Kota Bekasi untuk tidak abai terhadap berbagai gejala. Ia pun menyarankan kepada warga yang sudah menderita demam selama tiga hari untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan yang telah disediakan. “RSUD dan 41 Puskesmas yang tersebar di 12 kecamatan sudah siap melayani pasien DBD,” tuturnya menambahkan.
Sementara itu, adapun langkah pencegahan yang dilakukan pihaknya melalui sosialisasi Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) yang rutin dilaksanakan setiap hari Sabtu. Cara itu, dinilai sebagai langkah paling efektif untuk meminimalisasi sebaran penyakit DBD.
Masyarakat diminta untuk lebih peduli dengan titik-titik genangan air yang berada di rumah masing-masing. Sebab, menurut Dezi, kerap kali perhatian warga luput dari berbagai genangan air yang bisa menjadi tempat perkembangiakan jentik nyamuk.
Dezi menyatakan, pihaknya sudah secara rutin melakukan koordinasi dengan aparatur camat, lurah, dan puskesmas agar setiap muncul kasus DBD, penanganan bisa dilakukan secara cepat dan tepat.
Camat Bekasi Barat, Bunyamin, mengakui bahwa daerah yang ia pimpin merupakan satu dari tiga wilayah terbanyak penderita DBD pada tahun lalu. Ia mengatakan, selain kawasan padat penduduk, banyak pula saluran air di kawasan perumahan yang tersumbat. Hal itu menjadi salah satu sumber sarang jentik nyamuk aedes aegypti.
“Saya sudah ambil langkah-langkah dengan puskesmas dan Dinkes mengingat jumlah penduduk Bekasi Barat saja mencapai 200 ribu orang,” katanya.
Menurut dia, penyemprotan atau fogging tidak efektif untuk membasmi nyamuk. Cara yang efektif untuk mengurangi nyamuk adalah pembasmian sarang-sarang nyamuk. Upaya itu dilakukan melalui pembentukan Jumantik atau Juru Pemantau Jentik. Jumantik sendiri, kata dia, beranggotakan warga dari tingkat kelurahan hingga rukun tetangga.