REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Yudian Wahyudi, mengatakan moderasi beragama yang digaungkan Kementerian Agama harus menyasar kalangan milenial.
Dia melihat kaum milenial saat ini masih terombang-ambing dalam memahami agama, sehingga mereka sangat mudah disusupi pemahaman radikal.
Apalagi, menurut dia, di tahun politik ini pemahaman keagamaan banyak dipolitisasi untuk memengaruhi kaum milenial tersebut.
"Karena itu generasi milenial ini perlu ditangani secara khusus. Moderasi agama itu harus menyasar ke milenial kalau hari-hari ini. Karena ini yang dimanfaatkan untuk politik juga," ujar Yudian saat berbincang dengan Republika.co.id di sela-sela Rakernas Kemenag di Hotel Shangri La, Jakarta Pusat, Kamis (24/1).
Dia menuturkan, di tengah masyarakat sendiri sebenarnya moderasi beragama sudah cukup baik di Indonesia, khususnya di kalangan seperti NU dan Muhammadiyah yang sejak dulu sudah pro republik.
"Tapi di tengah-tengah ini ada lagi semacam ruang kosong atau swing voter yaitu anak muda yang lebih mudah terpancing kelompok ‘yang bukan moderat" karena anak muda masih punya jiwa agresif," ucap Yudian.
Dosen pertama PTAIN yang berhasil menembus Harvard Law School di Amerika Serikat ini mengatakan, kalangan milenial itu sangat mudah terpengaruh dengan gerakan-gerakan agitatif atau yang cenderung menghasut, baik melalui tulisan atau pun ceramah.
"Sehingga ketika terwadahi ke sana, kelompok yang sering bikin hoaks, ini mereka lebih mudah terombang- ambing dan ini eskalasinya memang meningkat ketika ada Pilpres. Jadi ada semacam politisasi agama di situ," kata Yudian.
Dia menambahkan, kelompok yang mengusung sistem khilafah di Indonesia memang sudah mati setelah dikalahkan melalui pengadilan. Namun, kata dia, semangat orang yang ingin mengusung khilafah itu masih bergentayangan sampai saat ini.
Menurut dia, kemungkinan orang-orang itulah yang saat ini sedang mencoba menyusupi kalangan milenial dengan pemahaman yang tidak moderat.
"Khilafah sudah mati dan sudah dikalahkan di pengadilan. Tapi semangat mereka masih menyebar. Orang-orang ini yang barangkali yang ada di balik cerita itu. Numpang-numpang, bikin hoaks dan sebagainya," jelas alumnus santri Pondok Pesantren Termas, Pacitan, Jawa Timur.