REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung tengah menggodok peraturan walikota (perwal) terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019. Perwal ini juga menindaklanjuti dikeluarkannya Permendikbud Nomor 51 Tahun 2019.
Salah satu poin yang disorot dan ditindaklanjuti ialah penghapusan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dalam proses PPDB. Disdik Kota Bandung akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial berkaitan dengan data masyarakat tidak mampu.
"Masyarakat tidak mampu kan leading sector-nya di Dinsos. Kami koordinasi secara matang. Karena isunya kan penghapusan SKTM, SKTM itu kan administrasi yang menyatakan ketidakmampuan. Sehingga SKTM masih ada tapi tentunya proses pendaftaran PPDB yang tidak mampu harus terdaftar melalui musyawarah keluarahan," kata Sekretaris Disdik Kota Bandung Mia Rumiasari di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Kamis (24/1).
Mia menuturkan peserta didik yang kurang mampu harus terdata dalam data di pemerintah pusat ataupun lokal yang dimiliki Dinsos. Jika terdata sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) maka dapat diakomodasi melalui jalur rawan melanjutkan pendidikan (RMP) dengan kuota 20 persen. Ataupun di Dinsos Kota Bandung, keluarganya terdaftar dalam program keluarga harapan (PKH).
Ia mengatakan koordinasi dengan Disdik sangat diperlukan agar nantinya perwal yang tengah dirancang tidak merugikan masyarakat yang kurang mampu. Disdik bisa memperoleh data valid terkait jumlah warga miskin yang memiliki anak yang masih bersekolah.
"Kami akan duduk sama-sama dan dalam mengusun draft perwal kami akan libatkan instansi terkait," ujarnya.
Tak hanya dengan Dinsos, ia mengatakan juga akan berkoordinasi dengan Disdukcapil mengenai data kependudukan. Sebab, dalam PPDB juga membutuhkan data kependudukan.
Menurutnya, adanya aturan baru ini disikapi dengan hati-hati oleh Disdik Kota Bandung. Pihaknya masih mengkaji untuk menindaklanjuti agar bisa diterapkan di Kota Bandung. Salah satunya berkaitan dengan kuota zonasi yang disebutkan dalam permen yakni minimal 90 persen.
"Kami dituntut menyempurnakan kembali perwal 2018 walaupun untuk kota Bandung kita tahun lalu menerapkan 90 persen. Tapi di tahun kemarin kita mengajukan dikresi dengan mengajukan dua tipe sekolah yakni A dan B. Tipe B muncul karena masyatakat yang di pinggir ingin sekolah di tengah," tuturnya.