REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengeluarkan proyeksi potensi wilayah terdampak banjir yang terjadi di Sulawesi Selatan (Sulsel). Proyeksi tersebut disusun berbasis analisis citra satelit SPOT-6/7 dan Himawari-8.
"Ya itu potensi wilayah banjirnya. Untuk kondisi riil tentu harus verifikasi di lapangan," kata Kepala Bidang Diseminasi Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan Priyatna di Jakarta, Jumat.
Lapan mengeluarkan respons tanggap darurat bencana berbasis data satelit SPOT-6/7 pada 2016-2017 untuk wilayah Kota Makassar, yang dianalisis dengan data akumulasi curah hujan dari satelit Himawari-8 pada 21 Januari 2019, pukul 07.00 WIB, sampai dengan 23 Januari 2019, pukul 06.00 WIB. Data Lapan menunjukkan mayoritas intensitas hujan mencapai 25-50 millimeter (mm) per hari.
Respons tanggap darurat bencana banjir kedua dikeluarkan untuk wilayah Kabupaten Maros, Sulsel, berdasarkan analisis data dari satelit yang sama. Namun, untuk wilayah Maros dan Pangkajene Kepulauan, pada periode waktu yang sama, data satelit Hinawari-8 menunjukkan akumulasi curah hujan mayoritas mencapai 10-25 mm per hari.
Hanya sebagian di wilayah barat daya Maros berbatasan dengan Kota Makassar yang memiliki curah hujan 25-50 mm per hari. Berdasarkan hasil analisis dari citra satelit tersebut maka terlihat potensi banjir begitu luas dan merata di wilayah Kabupaten Maros hingga Pangkajene Kepulauan, begitu pula Kota Makassar.
Hasil analisis citra satelit tersebut juga memperlihatkan potensi banjir di wilayah Sulsel lainnya, seperti Gowa dan Takalar.
Kedua analisis citra satelit untuk respons tanggap darurat bencana banjir di Kota Makassar dan Kabupaten Maros tersebut juga menggunakan peta batas administrasi Indonesia milik Badan Informasi Geospasial (BIG), indeks bahaya banjir pada 2015 milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan DEM The Shuttle Radar Topography Mission milik The United States Geological Survey (USGS).