REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Ikan dikonsumsi masyarakat yang dijual pedagang di Tanjungpinang dan Bintan, yang dijadikan sampel penelitian mahasiswa ternyata mengandung raksa (hg).
Dekan I Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Chandra Jo mengatakan, ikan yang dijadikan sampel berasal dari perairan Bintan, namun belum diketahui penyebab raksa berada di tubuh ikan.
Biasanya, tambahnya ikan yang terpapar raksa berada tidak jauh dari pertambangan emas, sementara di Bintan tidak ada pertambangan emas."Dari mana asal raksa itu belum diketahui, tetapi ada dalam ikan, meski kadarnya sedikit," ujar dia di Tanjungpinang, Sabtu (26/1).
Menurut dia, ikan masih dapat bertahan meski termakan raksa, karena kandungan raksa sangat kecil. Selain kandungan raksa, ikan maupun jenis siput lainnya perlu diwaspadai mengandung zat lainnya, yang bersumber dari limbah bauksit, seperti timbal, besi dan seng.
Ikan dapat menghindar dari limbah bauksit seandainya mencemari laut, sementara siput seperti gonggong dapat bertahan hidup meski terpapar zat berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak.
Permasalahan lainnya, kata dia terkait galangan kapal. Limbah yang berasal dari galangan kapal juga perlu diperhatikan agar tidak mencemari perairan."Kami berharap dari hasil penelitian mahasiswa ini dapat dicarikan solusi oleh pemerintah sehingga ekosistem di perairan san konsumen dilindungi," ujarnya.