REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemimpin Hizbullah yang didukung Iran pada Sabtu (26/1) mengatakan, masih ada hambatan sebelum pemerintahan baru bisa terbentuk di Lebanon. Hambatan perlu diselesaikan dengan upaya luar biasa.
"Masih ada dua hambatan, namun dalam beberapa hari terakhir dan semalam, dan hari ini sebuah upaya luar biasa sudah dibuat dan ada usaha untuk menemukan solusi," kata Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam wawancara dengan Al Mayadeen TV.
"Apakah solusinya tercapai atau tidak? Mari kita doakan," kata Nasrallah.
Partai-partai yang bersaing di Lebanon telah menggelar negosiasi untuk membentuk pemerintah baru sejak pemilu 6 Mei lalu. Hal itu menambah kekhawatiran akan semakin parahnya krisis di negara yang telah didera utang besar dan perekonomian yang stagnan itu.
Baca juga, Lebanon Kembali Pulangkan Pengungsi Suriah.
Pekan ini setelah pertemuan dengan para politikus senior berpengaruh, Perdana Menteri Saad al Hariri mengatakan, masalah ini secara positif sudah mengerucut. Dia berharap bisa menyelesaikannya pekan depan.
Organisasi politik bersenjata Hizbullah adalah kekuatan politik paling berpengaruh di Lebanon. Perpecahan terbaru dalam pembicaraan pembentukan pemerintah membuatnya sulit untuk menemukan posisi bagi enam anggota parlemen dari kalangan Sunni di kabinet yang Hizbullah dukung.
Hizbullah sebelumnya menjadi bagian dari pemerintahan Hariri. Kini, Hariri ditugaskan untuk membentuk koalisi pemerintah baru dengan kabinet yang ada guna melanjutkan tugas mereka sebagai pemerintah sementara.
Lembaga pemeringkat utang Moody's pekan ini menurunkan peringkat utang negara tersebut. Lebanon adalah salah satu negara dengan utang terbesar di dunia dan menteri keungan negara itu memperingatkan bahwa Lebanon sudah memasuki krisis ekonomi, yang sudah mulai berubah menjadi krisis keuangan. Menteri keuangan berharap krisis itu tidak berubah menjadi krisis moneter.