REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Adrianto memproyeksikan, ketidakpastian pada 2019 belum akan berkurang. Ancaman ketidakpastian tersebut masih berasal dari isu perang dagang dan kebijakan Brexit.
"IMF (Dana Moneter Internasional) juga menurunkan (proyeksi) pertumbuhan global tahun ini yang merefleksikan ketidakpastian global yang semakin intens," kata Adrianto ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/1).
Dengan adanya ancaman ketidakpastian tersebut, negara-negara di dunia perlu memperkuat ketahanan ekonomi. Hal itu yakni dengan mengandalkan bauran kebijakan fiskal, riil, dan moneter.
Baca juga, Sri Mulyani: Waspadai Ekonomi Dunia 2019.
Adrianto mengatakan, pemerintah terus melakukan reformasi untuk meningkatkan sektor penerimaan negara dan sekaligus meningkatkan kualitas belanja. Selain itu, pemerintah juga berupaya memperkuat ketahanan eksternal dengan terus berupaya menggenjot ekspor.
APBN 2019 dirancang dengan defisit sebesar Rp 296 triliun atau 1,84 persen terhadap PDB. Target pendapatan negara adalah sebesar Rp 2.165,1 triliun sementara pagu belanja ditetapkan sebesar Rp 2.461,1 triliun.
Adrianto menjelaskan, kebijakan fiskal dalam jangka menengah adalah menurunkan defisit APBN dan membuat keseimbangan primer menjadi positif. Keseimbangan primer yang defisit menandakan masih adanya pembayaran utang dengan menarik utang atau gali lubang tutup lubang.
"Kalau penerimaan negara lebih baik akan dapat mencukupi besaran belanja sehingga defisit anggaran semakin kecil. Dengan APBN kita yang semakin sehat ini menjadi pondasi perekonomian kita untuk semakin baik," kata Adrianto.