Senin 28 Jan 2019 11:25 WIB

Mengapa Polri Belum Ambil Tindakan Soal Indonesia Barokah?

Kubu Prabowo-Sandi sudah melaporkan Tabloid Indonesia Barokah ke Polri.

Rep: Gumanti Awaliyah, Mabruroh, Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Bawaslu Kota Tangerang Agus Muslim menunjukan Tabloid Indonesia Barokah yang berhasil diamankan dari sebuah masjid di Kantor Bawaslu Kota Tangerang, Tangerang, Banten, Kamis (24/1/2019).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Ketua Bawaslu Kota Tangerang Agus Muslim menunjukan Tabloid Indonesia Barokah yang berhasil diamankan dari sebuah masjid di Kantor Bawaslu Kota Tangerang, Tangerang, Banten, Kamis (24/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tabloid Indonesia Barokah sudah tersebar sejak satu pekan terakhir. Namun, tabloid yang diduga berisi menyudutkan salah satu capres-cawapres itu belum ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. Meskipun, kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sudah melaporkannya ke polisi.

"Kami sudah laporkan pada pihak yang berwajib karena tabloid-tabloid itu isinya tendensius dan juga tidak jelas penerbitannya. berpotensi untuk mengganggu ketertiban umum serta memecah belah masyarakat," kata Direktur Advokasi dan Hukum BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Sufmi Dasco Ahmad  Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (23/1) pekan lalu.

Dasco mengatakan, BPN menerima laporan bahwa tabloid itu secara masif tersebar hingga ke rumah-rumah. Adapun wilayah persebarannya di Jawa Tengah dan Jawa Barat. BPN pun lantas mengambil langkah hukum terkait persebaran tabloid tersebut.

"Karena dia beredarnya secara masif dan kemudian berpotensi mengganggu ketertiban umum dan keresahan dimasyarakat nah itu makanya segera kita ambil langkah untuk melaporkan," ujar Politikus Gerindra itu.

Menanggapi hal tersebut, Mabes Polri menyatakan masih menunggu laporan dari Dewan Pers untuk menindak lanjuti munculnya tabloid Indonesia Barokah yang isinya dianggap meresahkan. Apakah isi tabloid tersebut di anggap memenuhi unsur pidana atau tidak.

“Masih menunggu rekomendasi dari dewan pers apakah ada unsur pidana atau tidak,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam pesan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Ahad (27/1).

Dedi menerangkan, perihal tabloid Indonesia Barokah saat ini masih menjadi ranah Dewan Pers. Sehingga sambungnya, saat ini biarkan Dewan Pers melakukan perannya untuk mengkaji isi dalam tabloid tersebut. “Ini masih ranahnya mereka (Dewan Pers),” terang Dedi.

Oleh karena itu, kepolisian masih terus memonitor dan menunggu laporan dan hasil kajian dari Dewan Pers. Sedangkan menyatakan baru melakukan analisis secara administratif dan ditemukan adanya sebuah kejanggalan dan tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik.

Pengamat hukum pidana, Romly Atmasasmita menilai, langkah kepolisian untuk menunggu kajian dari Dewan sudah tepat. Karena jika kasus tersebut dipastikan produk jurnalistik maka hukuman haeus sesuai dengan UU Pers, dan jika bukan jurnalis maka bisa dijerat pidana.

“Jika bukan karya jurnalistik atau bukan dibuat oleh seorang jurnalis maka Polri bisa menjerat pelaku dengan UU Nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” kata Romly.

Kendati demikian menurut dia, pelapor dan polri bisa juga langsung melakukan penyelidikan tanpa menunggu Dewan Pers. Sebab identitas penyebar tidak jelas apakah perseorangan atau korporasi.

“Menurut saya Polri jika diminta oleh  pelapor dapat menggunakan wewenang untuk menyelidiki penyebar tabloid itu,” kata Romly.

photo
Petugas Bawaslu menunjukkan isi tabloid Indonesia Barokah di Kantor Bawaslu Kota Tegal, Jawa Tengah, Jumat (25/1/2019).

Berbeda dengan Romly, pengamat Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Chaerul Huda menilai, kepolisian tidak perlu menunggu kajian Dewan Pers terkait tabloid Indonesia Barokah. Menurut dia, tabloid Indonesia Barokah yang berisi tindakan penghasutan, penghinaan dan fitnah sudah termasuk pada ranah pidana.

Artinya menurut dia, setelah ada pihak pelapor, kepolisian bisa langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut tanpa harus menunggu kajian dari Dewan Pers.

“Kenapa mesti menunggu? Mestinya praktis dong lakukan penyelidikan kalau itu isinya penyebaran berita bohong, fitnah. Kalau menunggu kerja Dewan Pers, keburu ilang orang (pelaku)nya,” kata Chaerul.

Adapun keterangan Dewan Pers, dia menjelaskan, bisa diminta ketika mengumpulkan pembuktian pers dalam proses penyidikan. Dan yang sekarang mesti segera diusut, tegas dia, yaitu siapa dalang dari penerbitan tabloid tersebut dan bagaimana dia mendapat alamat masjid-masjid di Indonesia.

Nah, yang perlu segera ada pengusutan itu siapa dibalik tabloid dan bagaimana dia mendapatkan alamat masjid. Dewan Pers diperlukan juga, tapi nanti ada waktunya, sebagai pembuktian salah satu saja sebagai pembuktian pers,” ungkap dia.

Sikap Dewan Pers

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengatakan tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik. Dewan Pers segera menyampaikan hasil penilaian dan rekomendasi atas tabloid tersebut kepada kepolisian serta Bawaslu.

Yosep mengungkapkan, berdasarkan penelusuran oleh pihaknya ditemukan bahwa Indonesia Barokah tidak termasuk ke dalam produk jurnalistik sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Pers.

"Maka kami akan menggelar pleno, khusus pada hari ini atau paling lambat besok untuk memutuskan hasil penelusuran kami terhadap tabloid Indonesia Barokah. Kami sudah menemukan bahwa tabloid ini bukan produk pers, tetapi kami tetap harus memutuskan dalam bentuk pendapat, penilaian dan rekomendasi," ujar Yosep ketika dihubungi wartawan, Senin (28/1).

Dia lantas membuat latar belakang  Dewan Pers mengambil kesimpulan soal Indonesia Barokah. Pertama, alamat kantor redaksi tidak ditemukan dan tidak sesuai dengan lokasi yang dicantumkan dalam tabloid.

"Kedua, nama-nama wartawannya tidak terdapat di (database) Dewan Pers. Apalagi kalau penanggungjawabnya, harus mempunyai kompetensi yang tiinggi dari segi jurnalistik, yang sudah mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW)," tutur dia.

Ketiga, dari segi konten, ada beberapa bagian dari tabloid tersebut menyudutkan pasangan capres-cawapres tertentu. Menurut dia, kontennya memang bukan kampanye hitam, namun banyak beritanya didaur ulang dari berita-berita dari media lain.

"Memang isinya bukan kampanye hitam, tetapi ada bagian tertentu yang menyudutkan paslon tertentu," tuturnya.

Hasil dari penilaian dan rekomendasi ini akan diserahkan kepada kepolisian, Bawaslu dan pihak yang melapor tentang Indonesia Barokah kepada Dewan Pers. Menurut Yosep, sejumlah ketiga pihak nantinya bisa menindaklanjuti rekomendasi mereka.

"Silakan nanti kepolisian dan Bawaslu menindak sesuai dengan kewenangannya. Intinya, dari kita bawa hal tersebut bukan produk jurnalistik," tegasnya.

Baca juga: Melihat Kekuatan 'Poros Makkah' Pendukung Prabowo-Sandi

Baca juga: BPN Bicara Orang di Balik Tabloid Indonesia Barokah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement