Senin 28 Jan 2019 11:29 WIB

Ketua Dewan Pers: Indonesia Barokah Bukan Produk Pers

Dewan Pers segera mengirimkan penilaian isi tabloid Indonesia Barokah ke polisi.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, pihaknya segera menyampaikan hasil penilaian dan rekomendasi atas isi tabloid Indonesia Barokah kepada pihak kepolisian dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Yosep mengatakan, dari segi konten memang tabloid itu tidak berisi kampanye hitam (black campaign).

Yosep mengungkapkan, berdasarkan penelusuran oleh pihaknya ditemukan bahwa Indonesia Barokah tidak termasuk ke dalam produk jurnalistik sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Pers. "Maka kami akan menggelar pleno, khusus pada hari ini atau paling lambat besok untuk memutuskan hasil penelusuran kami terhadap tabloid Indonesia Barokah. Kami sudah menemukan bahwa tabloid ini bukan produk pers, tetapi kami tetap harus memutuskan dalam bentuk pendapat, penilaian, dan rekomendasi," ujar Yosep ketika dihubungi wartawan, Senin (28/1).

Baca Juga

Dia lantas membuat latar belakang Dewan Pers mengambil kesimpulan soal Indonesia Barokah. Pertama, alamat kantor redaksi tidak ditemukan dan tidak sesuai dengan lokasi yang dicantumkan dalam tabloid.

"Kedua, nama-nama wartawannya tidak terdapat di (database) Dewan Pers. Apalagi, kalau penanggungjawabnya, harus mempunyai kompetensi yang tiinggi dari segi jurnalistik, yang sudah mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW)," tutur dia.

Ketiga, dari segi konten, ada beberapa bagian dari tabloid tersebut menyudutkan pasangan capres-cawapres tertentu. Menurut dia, kontennya memang bukan kampanye hitam, tapi banyak beritanya didaur ulang dari berita-berita dari media lain.

"Memang isinya bukan kampanye hitam, tetapi ada bagian tertentu yang menyudutkan paslon tertentu," ujarnya.

Hasil dari penilaian dan rekomendasi ini akan diserahkan kepada kepolisian, Bawaslu, dan pihak yang melapor tentang Indonesia Barokah kepada Dewan Pers. Menurut Yosep, sejumlah ketiga pihak nantinya bisa menindaklanjuti rekomendasi mereka. 

"Silakan nanti kepolisian dan Bawaslu menindak sesuai dengan kewenangannya. Intinya, dari kita bawa hal tersebut bukan produk jurnalistik," tegasnya.

Yosep pun mengimbau masyarakat agar mau melakukan pengecekan dengan rujukan media-media mainstream jika ada berita-berita yang bernada provokatif dan tidak benar. Menurut dia, masyarakat harus mencari rujukan ke media-media kredibel dan terpercaya.

"Sementara, untuk media harus alihkan fokus sekarang kepada masyarakat apa yang mereka butuhkan agar paslon terpilih lakukan nanti. Selain itu, juga harus fokus ke pileg pemilihan legislatif (pileg). Jangan sampai pemberitaan hanya fokus ke pilpres saja. Wakil rakyat juga penting dan tidak bisa diabaikan," tambahnya.

Sebelumnya, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengungkapkan adanya pengiriman tabloid Indonesia Barokah langsung ke rumah warga. Fritz juga mengungkapkan tabloid tersebut sudah tersebar secara masif di Yogyakarta.

Fakta tersebut diungkapkan Fritz kepada wartawan saat diskusi di Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (26/1). Fritz yang dihubungi lewat telepon menyampaikan penyebaran tabloid Indonesia Barokah tidak hanya di masjid dan pesantren.

"Sebenarnya, banyak warga yang menerima karena tabloid itu kan dikirim lewat kantor pos. Jadi, dari kantor pos langsung dikirim ke tempat-tempat lain termasuk rumah penduduk secara langsung," ujar Fritz.

Saat ini, kata dia, Bawaslu masih menelusuri bagaimana bisa pihak pengirim mengetahui alamat nama-nama orang yang dituju. Terlebih, jika alamat yang dituju adalah untuk orang per orang.

Namun, Fritz masih enggan menegaskan ada berapa daerah yang saat ini sudah diidentifikasi sebagai lokasi penyebaran tabloid Indonesia Barokah. Dia hanya mengungkap kebanyakan tersebar di provinsi yang ada di Pulau Jawa.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement