Selasa 29 Jan 2019 02:54 WIB

PLN Minta Kebijakan DMO Dilanjutkan

Kebijakan DMO diganti dengan iuran bukan lah langkah yang solutif.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara
Foto: Aji Styawan/Antara
Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) meminta agar kebijakan Domestic Obligation Market (DMO) atau harga dan kuota khusus batu bara untuk PLN tetap dilanjutkan. Kebijakan ini menurut PLN perlu terus diterapkan apabila pemerintah hendak menjaga tarif listrik sesuai dengan daya beli masyarakat.

Direktur Pengadaan Strategis PLN, Supangkat Iwan menjelaskan kebijakan DMO ini merupakan salah satu kebijakan yang bisa membuat PLN mengakses bahan baku yang terjangkau. Hal ini mengingat porsi PLTU dalam bauran energi nasional masih 53 persen. Selain itu, PLTU masih merupakan pembangkit yang memproduksi listrik yang murah.

"Kita harap memang DMO terus dilanjutkan. Hal ini untuk menentukan agar tarif listrik tetap bisa terjaga. Karena hari ini banyak pembangkit PLN yang masih menggunakan energi primer. Ketika dolar AS dan harga energi primer maka pasti biaya produksi akan naik," ujar Iwan di DPR RI, Senin (28/1).

Iwan mengakui tidak semua perusahaan batu bara dapat memenuhi ketentuan kebijakan DMO. Namun, menurut Iwan, usulan dari beberapa perusahaan batu bara yang meminta kebijakan DMO diganti dengan iuran bukan lah langkah yang solutif.

Iwan menilai dengan adanya sistem iuran malah menjadi seakan akan sumbangan bagi PLN. Padahal menurut Iwan, batu bara adalah milik pemerintah dan pemerintah punya hak dalam membuat kebijakan mengenai batu bara ini.

"Saya melihat begini, kalau iuran seolah-olah penambang jualan lalu patungan dan disumbangkan ke PLN. Padahal pemerintah bisa mengatur royalti pajak, menetapkan harga maksimum. DMO lebih tepat menurut kami," ujar Iwan.

Namun dalam perjalananya kebijakan DMO memang tidak berjalan maksimal. Hal ini tergambar dari realisasi DMO pada 2018, dari 32 perusahaan batu bara tercatat, tidak bisa memenuhi ketentuan DMO 25 persen. Akhirnya, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara harus menetapkan sanksi dengan mengurangkan jatah produksi perusahaan tersebut dalam RKAB 2019 ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement