REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Centro Department Store menutup gerainya di Plaza Semanggi, Jakarta, per 31 Desember 2018 setelah 15 tahun beroperasi. Manajemen Centro, PT Tozy Sentosa, menyampaikan bahwa penutupan toko merupakan hal lumrah yang sudah menjadi siklus dalam bisnis ritel.
Senior Manager Advertising and Promotions PT Tozy Sentosa Pelly Sianova mengatakan, secara global, siklus naik dan turun dalam perjalanan bisnis ritel adalah sebuah kewajaran yang disebabkan berbagai faktor. "Walaupun, keputusan itu bukan hal mudah, butuh pertimbangan yang panjang," ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (29/1).
Pertimbangan tersebut termasuk membahas karyawan di Centro Plaza Semanggi. Pelly menjelaskan, pihaknya telah mengumumkan rencana penutupan toko sejak jauh hari dan memberikan pilihan kepada karyawan apakah mereka ingin ikut Centro lagi atau tidak. Ia memastikan, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut Pelly, penutupan toko di Plaza Semanggi dipengaruhi faktor eksternal yang memang tidak dapat dihindari. Di antaranya penurunan antusiasme atau minat masyarakat untuk ke pusat perbelanjaan itu.
Meski sempat hits di era 1990an hingga 2000an awal, daya tarik Plaza Semanggi kini sudah meredup. Pelly mengakui, kebijakan lalu lintas di sekitar Plaza Semanggi memberikan kontribusi atas penurunan antusiasme tersebut.
Dari penerapan 3 in 1 sampai ganjil-genap saat ini, membuat arus kendaraan di sekitar mall menjadi berubah. "Kalau dulu aksesnya mudah, sekarang harus muter dulu," ujarnya.
Pelly menjelaskan, kebijakan pemerintah tersebut berada di luar kewenangan pengelola ritel. Menurutnya, tidak mungkin mengubah sebuah peraturan maupun kebijakan yang memberikan dampak kepada masyarakat demi sebuah bisnis ritel. Terlebih, kebijakan itu sudah nyata berefek mengurai kepadatan lalu lintas di pusat kota.
Terlepas dari itu, Pelly menambahkan, Plaza Semanggi masih menunjukkan daya beli masyarakat yang baik pada momen tertentu. Misalnya saja saat late night sale yang masih dipenuhi oleh konsumen hingga toko mau tutup.
"Artinya, (daya beli) masih baik. Tapi, sebagai tempat yang daily dikunjungi, masih banyak faktor penentunya," ucapnya.
Penurunan antusiasme masyarakat ke Plaza Semanggi sudah dirasakan Pelly sejak lama, khususnya ketika aturan pembatasan kendaraan diberlakukan. Tapi, masih ada hal lain yang membantu untuk menunjang Centro dalam beroperasi.
Centro merupakan satu dari sedikit toko di Plaza Semanggi yang bertahan lama. Menurut Pelly, tidak sedikit toko ritel yang menutup gerai dan berganti dengan ritel lain.
"Kondisinya terus dilihat. Saat memang bisa memberikan profit untuk company, kita pertahankan. Kalau nggak, mana mau pebisnis yang merugi," ujarnya.
Pelly meyakinkan, ekspansi bisnis Centro tetap berlangsung. Bahkan, sebelum menutup toko di Plaza Semanggi, pengelola ritel membuka dua gerai baru sepanjang 2018. Yakni di Gresik pada Oktober dan di Mal Pesona Square, Depok, pada Desember.
Sebelumnya, Centro juga sudah membuka toko di Margo City, Depok. Pelly menggambarkan antusiasme di daerah tersebut terbilang tinggi dan potensinya besar, sehingga pengelola berani untuk membuka dua toko dengan jarak yang terbilang dekat.
"Di sana juga banyak perumahan, maka traffic lebih menjanjikan," katanya.
Menurut situs resminya, PT Tozy Sentosa mengelola dua pusat perbelanjaan, yaitu Centro Department Store dan Parkson Department Store. Total, terdapat 15 gerai yang dikelola perseroan.
Toko di Plaza Semanggi adalah gerai pertama Centro yang dibuka sejak pusat perbelanjaan tersebut beroperasi pada 2004. Tujuh tahun setelahnya, sebuah grup pusat perbelanjaan asal Malaysia, Parkson Retail Asia Limited mengambil alih Centro melalui akuisisi PT Tozy Sentosa.
BACA JUGA: Venezuela, Korban Perang Proksi Negara Besar?