REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menolak seruan Amerika Serikat (AS) dan Eropa untuk mengekang rudal balistiknya. Namun, Teheran mengatakan tak berencana meningkatkan jangkauan rudal mereka.
"Musuh mengatakan kekuatan rudal Iran harus dihilangkan, tapi kami telah berulang kali mengatakan kemampuan rudal kami tidak bisa dinegosiasikan," ujar Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami pada Selasa (29/1).
Sementara itu, pembantu pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Ali Shamkhani mengatakan, negaranya tidak memiliki niat untuk meningkatkan jangkauan rudalnya. "Iran tidak memiliki batasan ilmiah atau operasional untuk meningkatkan jangkauan rudal militernya, Iran terus berupaya meningkatkan ketepatan rudal, dan tidak memiliki niat untuk meningkatkan jangkauannya," katanya.
Presiden AS Donald Trump telah menarik negaranya dari kesepakatan nuklir Iran pada Mei tahun lalu. Trump menilai kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) cacat. Sebab, kesepakatan itu tidak mengatur tentang program rudal balistik Teheran.
Setelah mundur dari JCPOA, AS kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi berlapis untuk Iran. Salah satu tujuan dari sanksi itu adalah menekan ekspor minyak Iran.
Prancis, sebagai salah satu pihak yang masih berkomitmen terhadap JCPOA, telah menyatakan kesiapannya untuk mengikuti jejak AS. Langkah penerapan sanksi terhadap Iran akan dilakukan Prancis jika tidak ada kemajuan dalam pembicaraan mengenai program senjata.
JCPOA disepakati pada Oktober 2015. Kesepatan tersebut dicapai melalui negosiasi yang panjang dan alot antara Iran dengan AS, Cina, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, dan Uni Eropa. Inti dari JCPOA adalah memastikan bahwa penggunaan nuklir Iran terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi Iran akan dicabut.