Selasa 29 Jan 2019 17:35 WIB

Indonesia Kekurangan Tenaga Psikologi Forensik

Analisis dan rekomendasi dari tim ahli forensik memang jadi rujukan para hakim.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
Kriminal. (Ilustrasi)
Foto: Pixabay
Kriminal. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Saat ini Indonesia disebut masih kekurangan tenaga ahli untuk bidang psikologi forensik. Sedangkan, di setiap persidangan yang menangani kasus-kasus kriminal, korupsi dan terorisme, dibutuhkan masukan tenaga ahli forensik.

Pendapat itu tentu sangat penting karena menjadi pertimbangan para hakim dalam menjatuhkan putusan akhir. Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), Reni Kusumowardhani, mengatakan saat ini Apsifor saja baru miliki 300 anggota.

"Jumlah itu masih sangat terbatas dibandingkan kasus yang harus ditangani atas permintaah aparat hukum," kata Reni di lokakarya Asesmen Psikologi Forensik Dalam Praktik Studi Kasus di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (29/1).

Ia menyebutkan, untuk kasus terorisme saja, pihaknya sudah menangani tidak kurang 200 kasus. Sekitar 200 terduga pelaku teroris yang direkomendasi harus mendapat analisis psikolog forensik.

Sebab, tentu saja perlu ditelaah apakah mereka termasuk memiliki tingkat radikal yang tinggi atau tidak. Hal itu menjadi sangat penting lantaran akan menjadi penentu perlu atau tidaknya deradikalisasi atau diisolasi ke lapas.

Selain itu, pihaknya turut diminta bantuan untuk melakukan analisis psikologi forensi untuk terduga dan tersangka kasus korupsi. Sejak 2010 saja, sebanyak 50an kasus korupsi sudah ditangani.

"Sejak kasus AU hingga SN, kita rutin membantu untuk memberikan analisis rekomendasi," ujar Reni.

Reni berpendapat, analisis dan rekomendasi dari tim ahli forensik memang jadi rujukan para hakim dalam menentukan putusan persidangan. Ia bersyukur, rekomendasi para ahli cukup didengar hakim selama ini.

Selain itu, pihaknya juga mendapat banyak permintaan bantuan untuk menangani kasus pembunuhan, pencabulan hingga perkosaan. Walau mengapresiasi kepolisian dan kejaksaan, Reni mengakui keterbatasan jumlah anggotanya.

Hal itu pula yang membuat Apsifor masih tidak bisa memenuhi semua permintaan. Tidak jarang, banyak kasus dalam satu bulan yang harus ditangani dengan orang-orang yang sama.

Keterbatasan tenaga psikologi forensik ini diakui lantaran tidak adanya satu lembaga pendidikan yang khusus mencetak tenaga psikologi forensik. Padahal, bidang ini memiliki keterampilan tertentu.

Menurut Reni, selama ini anggota Apsifor merupakan para psikolog yang telah mendapat sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Meski tidak ada pendidikan formal, itu dirasa tidak menjadi masalah.

"Yang penting kode etik psikologi selalu di kedepankan dengan mengikuti uji kompetensi dan mengikuti pelatihan," kata Reni.

Pakar Psikologi Forensik dari Maastrich University, Corine De Ruiter menilai, bidang itu merupakan pekerjaan baru di dunia. Sebab, di berbagai negara, tidak mudah menempatkan profesi ini dalam daftar profesi yang dianggap penting.

Utamanya, dalam penanganan sebuah kasus hukum. Di Belanda, misalnya, saat ini tenaga psikologi forensik menjadi bahan pertimbangan bagi para hakim sebelum menentukan putusan akhir bagi tersangka.

"Di Belanda, peran dan rekomendasi para psikologi forensik didengar untuk masukan bagi hakim, apalagi pekerjaan psikologi forensik ada payung hukumnya," ujar Ruiter.

Bagi setiap tersangak yang akan dijebloskan ke lapas atau dikirim ke rumah sakit jiwa, sangat bergantung dari rekomendasi tim psikologi forensik. Namun, ia mengaku tidak mengetahui perkembangan tenaga psikologi forensi di Indonesia.

Tapi, ia memberkan apresiasi tinggi dengan kehadiran asosiasi tenaga psikologi forensik di Indonesia. Ruiter menilai, itu telah memberikan peran besar dalam setiap kasus di persidangan-persidangan Indonesia.

"Bahkan, didengar masukannya bagi para hakim, tapi penting pada masa mendatang perlindungan payung hukum dan perlindungan formal bagi profesi ini," kata Ruiter.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement