Jumat 25 Jan 2019 17:18 WIB

'Debat Harus Kedepankan Etika dan Adab'

Masyarakat diminta tak mudah terpengaruh pada debat yang mengandung ujaran kebencian.

 Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta KH. Syafii Mufid saat memberikan keterangan dalam Media Gathering Bawaslu DKI bertajuk Himbauan Pilkada DKI yang Damai di Jakarta Pusat, Kamis (13/10).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta KH. Syafii Mufid saat memberikan keterangan dalam Media Gathering Bawaslu DKI bertajuk Himbauan Pilkada DKI yang Damai di Jakarta Pusat, Kamis (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang, para kontestan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) beserta para pendukungnya diminta untuk menjaga suasana politik dengan melakukan debat secara santun, mengedepankan etika dan beradab tanpa mengandung unsur ujaran kebencian baik di dunia nyata ataupun dunia maya. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga persatuan bangsa dan sekaligus untuk menghindari perpecahan ataupun permusuhan di lingkungan masyarakat.

“Saya mengajak kepada kita semua agar supaya betul-betul menjaga suasana politik. Segala sesuatu yang kurang baik dari kacamata etika Pancasila itu supaya dihindari. Mari kita berdebat dengan damai, santun, argumentatif yang berpangkal dari permasalahan bangsa dan kemudian bagaimana cara memecahkan masalah-masalah bangsa ini dengan sebaik-baiknya tanpa harus menjatuhkan, menjelekkan lawan bicara kita atau lawan debat kita karena mereka semua itu adalah kita,” ujar Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta, Prof Dr Ahmad Syafii Mufid, Kamis (24/1).

Syafii Mufid mengatakan, masyarakat para pendukung para calon kontestan harus bisa menahan diri untuk tidak mudah terpengaruh dengan debat yang mengandung unsur ujaran kebencian di dunia maya. Dirinya mengamati pasca debat perdana Capres dan Cawapres pekan lalu yang mana menurutnya Debat tersebut tidak merngubah opini masing-masing pendukung kontestan, yang mana pendukung A memenangkan yang didukung,  begitu juga pendukung B memenangkan yang didukung.

“Ketika kondisi media sosial sudah semacam itu, orang yang tidak menjadi pendukung paslon menjadi bingung. Mereka kemudian menafsirkan sendiri-sendiri, kemudian mereka menyebarkan tafsirannya sendiri-sendiri dan itu menjadi konsumsi media sosial yang luas,” ujar pria yag juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta ini.  

Dirinya mengamati di media sosial yang masih saja isinya masing-masing pendukung mendekonstruksi pihak-pihak yang tidak di dukung dan mengkonstruksi sebaik-baiknya pihak yang di dukungnya. “Yang saya sayangkan ada kelompok-kelompok yang saya tenggarai terorganisir, yang isinya tidak ada sedikitpun yang positif bagi siapa yang dianggap sebagai lawan. Jadi semuanya sangat jelek dan tidak ada baiknya sama sekali. Saya pikir yang model seperti ini adalah model orang sakit,” ujarnya.

Menurutnya, orang atau tokoh sehebat apapun tentunya ada kekurangannya. Begitu juga rivalnya yang juga manusia biasa, sejelek-jeleknya pun masih juga ada kebaikannya. Oleh karena itu sebagai rakyat dan warga negara sudah semestinya memilih itu berdasarkan atas keunggulan-keunggulan sebagai pemimpin bangsa, bukan mencari kejelekan-kejelekannya.

“Selama ini saya melihat di media sosial itu kejelekkan-kejelekannya yang ditampilkan. Kalau dua-duanya seperti itu maka dengan begitu yang kita peroleh semuanya adalah kejelekan.  Ini yang saya warning betul,” kata pria yang juga Direktur  Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.

Untuk itu dirinya meminta kepada seluruh calon dan juga pendukungnya untuk menjaga etika debat dan  kesantuna dengan  menghormati orang. Karena siapapun orangnya ketika sudah menjadi calon pemimpin harus dihormati sebagai orang terhormat. Karena yang kita debat adalah pikirannya untuk membangun bangsa in meski pikiran-pikiran itu dapat dilaksanakan atau tidak. “Kalau perdebatannya diseputar itu, saya yakin nanti tidak ada gejolak-gejolak  Misalnya ketika kalah dalam pilpres ini, kemudian dia marah itu tidak ada,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement