REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta adanya upaya untuk melihat konteks dari penerbitan surat utang daripada sekedar penambahan nominal utang yang selalu mendapatkan kritik. Pembiayaan melalui utang mendorong kegiatan produktif yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja ekonomi.
"Itu semuanya kan tujuannya. Kalau melihat dari utangnya saja, jadi kehilangan konteks," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (29/1).
Sri Mulyani mengatakan pembiayaan melalui utang mempunyai manfaat karena dapat mendorong kegiatan produktif yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja ekonomi. Selain itu, kekurangan penerimaan pajak yang dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan juga bisa ditutup melalui pembiayaan utang.
Kondisi itu, tambah dia, pernah terjadi pada periode 2014-2015 ketika penerimaan pajak terganggu karena harga komoditas jatuh di pasar internasional. Melalui utang, pemerintah mempunyai dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan program kesejahteraan sosial.
Baca juga, Disinggung Soal Utang, JK: Yang Penting Bisa Bayar
"Ini bukan sesuatu hal yang baru karena ini logis. Namun, sebaiknya dilihat dalam konteks yang lebih besar," katanya.
Dalam kesempatan ini, Sri Mulyani menegaskan pemberian imbal hasil dari penerbitan surat utang juga telah disesuaikan dengan suku bunga acuan yang berlaku. "Suku bunga dunia sekarang meningkat, ditambah BI juga menaikkan suku bunga. Jadi yang dibandingkan tidak hanya nominal," katanya.
Untuk itu, ia mengatakan segala upaya pengelolaan risiko dari pembiayaan utang, termasuk pembayaran bunga utang, terus dilakukan agar penggunaan pinjaman ini tidak kontra produktif. Meski demikian, pemerintah mulai mengurangi pembiayaan utang pada 2019 untuk menghindari risiko fluktuasi nilai tukar serta mendorong pendalaman pasar dalam negeri. Hal itu mulai terlihat dari pembiayaan 2018, karena realisasi utang tercatat lebih rendah Rp 32,5 triliun dari target dan tumbuh negatif dari tahun sebelumnya.