REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI DAW -- Partai pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) berselisih dengan anggota parlemen dari kubu militer. Hal itu terjadi setelah NLD mengajukan proposal untuk mengubah konstitusi Myanmar.
Proposal itu diajukan oleh anggota parlemen dari NLD, yakni Aung Kyi Nyunt pada Selasa (29/1). Dalam proposal tersebut dia meminta parlemen membahas tentang pembentukan komite yang dapat mengusulkan amandemen konstitusi.
Aung Kyi Nyunt menilai konstitusi yang berlaku saat ini tidak sejalan dengan sistem demokrasi. Di sisi lain, dia mengklaim hal itu merupakan kehendak rakyat Myanmar.
Ketua Majelis Rendah Parlemen T Khun Myat kemudian setuju untuk mengajukan proposal ke pemungutan suara. Namun hal itu seketika membuat gusar anggota parlemen dari kubu militer.
Ketika proses pemungutan suara berlangsung, anggota parlemen dari militer bangkit dari kursinya, lalu berdiam diri selama beberapa menit. T Khun Myat pun memerintahkan mereka agar duduk kembali di tempatnya masing-masing. "Ini saya sebagai ketua menyuruh Anda duduk," katanya.
Salah anggota parlemen dari kubu militer Brigadir Jenderal Maung Maung menilai proposal yang diajukan NLD tidak sesuai dengan hukum. "Mereka dapat mengamandemen (konstitusi), tapi mereka harus melakukannya sesuai prosedur. Hukum macam apa yang akan dianalisis oleh komite itu? Seberapa luas otoritas komite tersebut?" ujarnya.
Konstitusi yang berlaku di Myanmar saat ini dirancang ketika pemerintahan militer pada 2008. Konstitusi tersebut memang memberi cukup banyak keuntungan bagi kubu militer.
Konstitusi menjamin tentara Myanmar memperoleh seperempat kursi parlemen. Dalam pasal 436, militer diberi hak untuk memveto reformasi konstitusi.
Konstitusi juga memberikan wewenang kepada militer Myanmar untuk mengontrol kementerian keamanan utama. Hal itu termasuk urusan pertahanan dan dalam negeri.
Selain itu, konstitusi telah menjadi tembok bagi Suu Kyi untuk menjadi presiden. Sebab, konstitusi yang dirancang militer melarang calon presiden dengan pasangan asing atau anak-anak. Suu Kyi diketahui memiliki dua putra dari mendiang suaminya yang merupakan akademisi Inggris.
Suu Kyi telah cukup lama menyuarakan niatnya untuk mereformasi konstitusi. Menurutnya, hal itu penting sebagai bagian dari transisi demokrasi pasca-50 tahun pemerintahan militer yang ketat.
"Amandemen konstitusi adalah sakah satu tujuan pemerintah kami. Penyelesaian transisi demokrasi kita harus melibatkan penyelesaian konstitusi yang benar-benar demokratis," ujar Suu Kyi ketika menghadiri sebuah forum di Singapura pada Agustus tahun lalu.
Namun, Suu Kyi menyadari bahwa reformasi konstitusi bukan hal mudah untuk dilakukan. Pada masa lalu, seorang penasihatnya, yakni Ko Ni, secara terbuka menyerukan reformasi konstitusi untuk mengurangi peran militer di pemerintahan.
Ko Ni tewas ditembak di Bandara Internasional Yangon pada 29 Januari 2017. Tak diketahui siapa yang memerintahkan pembunuhannya atau apakah militer Myanmar terlibat dalam kejadian tersebut. Namun, insiden penembakan Ko Mi membuat upaya reformasi semakin parah.