Rabu 30 Jan 2019 16:58 WIB

ESDM Gandeng Konsorsium Kembangkan Panas Bumi NTT

Ada 11 perusahaan tambang mineral di Kabupaten Manggarai dan membutuhkan tambahan day

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Pembangkit listrik tenaga panas bumi di NTT
Foto: Republika/Agus Yulianto
Pembangkit listrik tenaga panas bumi di NTT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka percepatan pengembangan panas bumi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Badan Litbang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggandeng Eastern Indonesia Geothermal Consortium. Konsorsium berinisiatif mengembangkan potensi panas bumi di Pulau Flores.

Eastern Indonesia Geothermal Consortium terdiri dari North Tech Energy, Turboden SpA dan SATE Ltd, yang berminat mengembangkan lapangan panas bumi di Pulau Flores untuk memenuhi listrik di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kerja sama konsorsium dengan Badan Layanan Umum (BLU) di Badan Litbang ESDM dimaksudkan untuk memfasilitasi investasi konsorsium dalam pengembangan dan pengusahaan panas bumi.

"BLU Badan Litbang ESM dapat bermitra dengan Badan Usaha melalui Kerja Sama Operasi (KSO) ataupun Kerja Sama Manajemen (KSM) untuk ikut mempercepat investasi panas bumi," kata Kepala Badan Litbang ESDM, Sutijastoto, Rabu (30/1).

Saat ini, pengembangan ekonomi terbesar NTT berasal dari industri pariwisata, pertambangan, kelautan, serta panas bumi. Terdapat 11 perusahaan tambang mineral di Kabupaten Manggarai dan membutuhkan tambahan daya listrik cukup besar. Salah satunya pengolahan smelter mangan, yang membutuhkan energi 10 megawatt (MW). 

Potensi energi terbesar yang dapat dimanfaatkan di NTT adalah panas bumi sebesar 1276 MWe dan 776 MWe di antaranya terdapat di Pulau Flores. Oleh karena itu, Pulau Flores ditetapkan sebagai Pulau Panas Bumi, melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017. Dari 12 wilayah prospek panas bumi, ada tiga wilayah yang telah mendapat izin pengelolaan WKP (Wilayah Kerja Panas Bumi) dari Menteri ESDM, yaitu Ulumbu, Mataloko dan Sokoria. 

Konsorsium berinisiatif mengembangkan potensi panas bumi di Pulau Flores, menggunakan teknologi dan metodologi yang lebih efisien dan murah, yakni teknik slim hole drilling pada pengeboran eksplorasi maupun produksi. Untuk tahap produksi, konsorsium akan menggunakan turbin dengan teknologi wellhead turbine yang langsung dipasang di atas sumur panas bumi. Turbin dapat disesuaikan dengan karakter tiap sumur, baik temperatur maupun tekanannya. Teknologi ini tepat untuk lapangan panas bumi berukuran kecil dan kebutuhan listrik yang tidak terlalu besar. 

Konsorsium terbagi dua kelompok, yakni kelompok penyedia jasa (service provider) dan penyedia ekuitas (equity provider). Service provider terdiri dari ISOR (Badan Geologi Pemerintah Islandia) dan HIVOS. ISOR berpengalaman melakukan pemetaan di bawah permukaan tanah, analisa data 3G, penentuan target pengeboran dan pendampingan selama pengeboran. 

HIVOS adalah lembaga swadaya internasional Belanda yang berperan menyiapkan masyarakat di lokasi pengembangan panas bumi. HIVOS memberiklan persiapan dan pelatihan di tingkat masyarakat untuk membentuk unit usaha yang memanfaatkan suplai listrik dari panas bumi dan pengembangan rumah tangga yang teraliri listrik.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement