REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Para penggemar tim nasional (timnas) sepak bola Cina melepas kepergian sang pelatih Marcello Lippi, Rabu (30/1) pagi, dengan penuh simpati, meskipun para fan itu kecewa atas kegagalan timnya di ajang Piala Asia 2019 pekan lalu. Pelatih berusia 71 tahun itu melangkah gontai menuju pesawat yang hendak mengantarkannya pulang ke Italia dari Bandara Internasional Baiyun, Guangzhou.
Lippi menolak permintaan wawancara dari media dan acara perpisahan para suporter timnas Cina. Di bawah asuhan Lippi sejak Oktober 2016, timnas Cina hanya membukukan 10 kemenangan dari 30 pertandingan.
Terakhir, timnas berjuluk Naga tersebut mengalami kekalahan yang menyakitkan dengan skor telak 0-3 dari Iran di babak perempat final Piala Asia di Uni Emirat Arab sepekan sebelumnya. Walau begitu, para penggemar sepak bola di Cina sangat bersimpati kepada legenda sepak bola Italia yang mendapatkan bayaran 22 juta dolar AS setahun selama menangani tim kebanggaan warga Tiongkok daratan itu.
Gaji tersebut merupakan yang tertinggi di dunia, demikian laporan sejumlah media resmi setempat. Tanda pagar #LippileftChina telah berhasil mendapatkan 36 juta pengunjung dan sekitar 5.000 komentar pada saat Sina Weibo (Twitternya Cina) memuat pernyataan. "Lippi tidak bisa disalahkan atas kelemahan timnas Cina" dan "Lippi membuktikan bahwa pelatih terbaik dunia pun tidak dapat menangani tim sepak bola putra Cina".
Memang, prestasi timnas putra yang saat ini bercokol di peringkat ke-76 FIFA tidak secemerlang timnas putri Cina yang sudah beberapa kali juara Piala Asia dan saat ini bertengger di peringkat ke-15, bahkan pernah peringkat ke-4 FIFA.
"Tidak peduli berapa banyak Anda membayar juru masak terbaik di dunia untuk bekerja di toilet kalau pada akhirnya Anda tidak akan pernah mendapatkan makanan yang layak. Masalah persepakbolaan di Cina tidak bisa diselesaikan dengan uang besar atau menyewa pelatih kelas dunia," demikian unggahan seorang warganet.
Beberapa orang menilai gaji tinggi Lippi sebagai "kompensasi atas penderitaan mental," yang cukup untuk menghibur perasaan memalukan dan menyiksa yang dialami Lippi saat melatih timnas Cina.
Sejumlah penggemar sepak bola di Cina sepakat bahwa mencari pengganti Lippi merupakan hal yang sulit karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. "Mereka yang ahli taktik sepak bola paling modern tidak bisa memahami Cina dengan baik, sedangkan mereka yang memahami Cina dengan baik tidak mampu melatih," ujar Lu, seorang pengamat sepak bola di Beijing, sebagaimana dikutip Global Times.
Menurut Lu, ada banyak pelatih elite dunia seperti Zinedine Zidane dan Jose Maurinho, namun mereka sepertinya tidak memiliki pemahaman yang lebih baik daripada Lippi tentang persepakbolaan Cina. "Saya tidak punya gambaran pada siapa pun, baik pelatih domestik maupun pelatih asing Piala Dunia, yang bisa menyelamatkan timnas putra Cina," demikian unggahan seorang pemilik akun di Weibo.
Sama dengan di Indonesia, penggemar sepak bola di Cina juga sangat fanatik terhadap timnasnya. Namun prestasi timnas sepak bola putra Cina yang hanya sekali berlaga di Piala Dunia, yakni pada 2002 di Korea-Jepang, jauh tertinggal dengan cabang olahraga lainnya.
Sepak bola di Cina telah mendapatkan perhatian penuh, terutama dari segi pembiayaan, dari pemerintah setempat. Baru-baru ini Cina mengirimkan tim juniornya berlatih di Argentina, selain melakukan pembangunan ratusan ribu unit sekolah sepak bola mulai dari tingkat dasar hingga menengah.