REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Farmasi Pediatri Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Mulya Rahma Karyanti mengungkap anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang paling rentan terkena penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Perempuan yang juga Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM FKUI mengatakan, kasus DBD meningkat pada anak dan remaja karena angka bayi lahir di Tanah Air yang menurun dan mayoritas dihuni populasi orang dewasa, remaja, dan anak.
"Sedangkan anak menjadi kelompok yang paling rentan terkena DBD karena mungkin terkena di sekolah, jadi bukan di rumah," katanya saat konferensi pers update DBD, di Jakarta, Rabu (30/1).
Apalagi, ia menyebut anak yang mengalami obesitas juga rentan mengalami DBD karena tubuhnya tidak mampu melawan virus dengue yang menjadi penyebab DBD.
Karena itu, ia meminta pihak orang tua segera menyadari jika anaknya mengalami demam selama tiga hari berturut-turut dan malas beraktivitas hingga minum.
"Atau bisa juga panas anak turun tetapi aktivitasnya berkurang atau malah mengalami muntah darah dan tidak bisa menerima cairan apapun," ujarnya.
Sekain itu, ia memibta seandainya kasus DBD terjadi pada anak maka pihak orang tua harus memberitahukan ke sekolah buah batinya untuk meningkatkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sebab, dia menambahkan, partisipasi masyarakat harus ditingkatkan dan masyarakat mungkin sudah tahu gerakan menutup, menguras, dan mengubur (3M) tetapi belum tentu mengamalkannya.
"Karena pemberantasan nyamuk harus sama-sama, jadi bukan hanya petugas kesehatan melainkan masyarakat juga," katanya.
Sementara itu, Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mendapat laporan dari 34 provinsi bahwa mulai 1 Januari 2019 hingga Rabu (30/1) tercatat sudah terjadi 13.683 kasus DBD dan penderita yang tidak tertolong sudah ratusan jiwa.
"Data kematian hingga 29 Januari 2019 sebanyak 133 jiwa," katanya saat konferensi pers update DBD, di Jakarta, Rabu (30/1).