REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Maulana Kurnia Putra*
JAKARTA -- Islam di Indonesia pada awalnya hadir di sekian pesisir Nusantara, sampai hari ini terus bersilang dengan pelbagai ihwal yang menguatkan sekaligus mewarnai dakwah Islam di dunia. Sehingga, Islam di Indonesia menjadi impian umat Muslim dunia untuk hidup damai dan dewasa.
Kawan saya Rukhsar Asif, biasa dipanggil Noori, seorang aktivis Muslim dari Denmark, pun pernah bertutur tentang mimpi-mimpi saudara-saudara Muslim di Tunisia untuk hidup damai dan sentosa seperti Muslim di Indonesia. Pun pada saat agenda World Zakat Forum (WZF) di Malaysia Desember 2018 lalu, dimana perwakilan umat Muslim dari puluhan negeri sangat antusias melihat keberagamaan di Indonesia. Indonesia dan keberagamaannya telah menjadi tanah impian umat Muslim dari berbagai wilayah di dunia.
Sekian tahun mengabdi di PPPA Daarul Qur’an, sekian pesisir, gunung, dan pelosok sudah saya lalui, di sana juga hadir ribuan Rumah Tahfidz, Kampung Qur'an, dan pendakwah Qur'an yang dijalin dalam program besar PPPA Daarul Qur’an mensyiarkan Qur'an dan Islam tanpa harus ramai dengan konflik pun dengan sanjungan-sanjungan.
Gerakan bersama ini yang lantas menghenyak kesadaran. Kesadaran tentang diri saya sendiri yang sudah bertahun-tahun hadir dan bergerak bersama ribuan penjaga negeri, Para Penghafal Alquran, bersama fadillah-fadillahnya yang seringkali tak terucap namun terus memberikan keberkahan untuk semuanya.
Di pantai Sipelot, Kabupaten Malang, pesisir selatan Jawa Timur, misalnya, PPPA Daarul Qur’an mengirim dai pendamping untuk anak-anak pantai yang tidak terengkuh sinyal dan minim akses untuk perkembangan diri. Kampung Sipelot nan indah namun menyimpan luka belasan anak-anak yang ditinggalkan ayah atau ibunya. Dalam luka itu, anak-anak terus merawati dirinya sendiri dengan mengeja Alif, Ba, Ta, Tsa dengan segala keterbatasannya bersama sang dai dari PPPA Daarul Qur’an.
Juga dalam setiap dorong-tarik naik turunnya kapal ke samudera oleh mereka, berharap ada sekresek dua kresek tongkol yang bisa dijual untuk bekal bersekolah ke atas bukit dan mengaji pada sore hari sampai menjelang Isya’.
Dari sekian pesisir dan pelosok juga, banyak doa terucap untuk Indonesia dan Dunia untuk selalu menjadi tempat yang baik untuk kemanusiaan. Tetes air mata dan peluh acap membasahi papan ketik dan kamera DSLR kala mendokumentasikan kisah pun narasi gerak dakwah semua yang terlibat dalam gerakan menjaga negeri yang tak pernah memelas meminta-minta namun terus memberikan keberkahan.
Mbah Joyo dan Mbak Jumini dari Kampung Qur’an Merapi di Cangkringan, misalnya, dua sosok yang terus memberi teladan dan gigihnya mengajarkan Qur’an dengan pamrih agar Merapi tetap tenang bersama lantunan Qur’an anak-anak yang tidak luput dari dampak letusan Merapi tahun 2010.
Tangan lemah Mbah Joyo mulai meraba-raba batang tiang rumahnya. Ia berjalan membungkuk karena tulang punggungnya mulai rapuh. Bergetar tangan Mbah Joyo. Ia mengambil sebatang sapu lidi tua dan mulai menyapu halaman surau tempat anak-anak Merapi mengaji di TPA Daarul Ilmi yang diasuh oleh Mbak Jumini. Ia membersihkan dedaunan yang berguguran di sekitarnya setiap sore.
Tak ada yang lebih membahagiakan baginya kecuali melihat anak-anak di kampungnya, Kalitengah Kidul, fasih membaca Alqur’an. Mungkin dengan ini akan menjadi sedekah jariyahnya sebagai bekal di akhirat kelak. Sapu lidi Mbah Joyo berkisah tentang kesederhanaan dan kerendah-hatian.
Mbah Joyo tidak pernah mengenal huruf hijiyah, tidak pandai mengaji Qur’an, dan tentu saja ia tak bisa mengajar bocah-bocah mengeja huruf di buku-buku Iqro’. Masih ada hal sederhana lain untuk dikerjakan untuk Qur’an, menurutnya.
Mbah Joyo dan Mbak Jumini adalah potret bahwa tak ada keterbatasan dalam berdakwah. Karena sesungguhnya dakwah itu adalah meringankan, memberi kebahagiaan bagi orang lain. Ia memang tak tahu menahu tentang Alqur’an, akan tetapi mendengarkan suara merdu bocah-bocah membaca ayat suci itu membuatnya merasa tentram, setidaknya di sisa hidupnya. Yakin kita adalah, bahwa Allah saksikan setiap langkah kecilnya yang berat dan susah-payah. Aamiin.
Semoga apa yang diupayakan oleh PPPA Daarul Qur’an bersama kita semua yang mendukung insyaallah menjadi bagian dari ikhtiar menjaga negeri, yang akan selalu dilindungi dan diberkahi oleh Allah SWT.. Di satu sudut pesisir Sipelot, Kab. Malang ini saya banyak mengambil pelajaran. Bersama ombak dan tegarnya karang di teluk, ada hikmah kesetiaan dalam dakwah Al-Qur’an yang dapat di-i'tibari. Tabik.
*Daarul Quran Yogyakarta