REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar tidak merasa dirugikan dengan diumumkannya calon legislatif (caleg) eks napi korupsi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meskipun, Golkar menjadi partai dengan caleg eks koruptor terbanyak, yakni delapan orang.
"Tidak (rugi), karena Golkar selalu menjunjung tinggi HAM, itulah hak warga negara, hak yang paling dasar untuk dipilih dan memilih. Apakah rakyat akan memilih kita persilahkan kepada masyarakat," kata Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar, Bambang Soesatyo di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (31/1).
Pria yang kerap disapa Bamsoet sendiri mengaku tidak begitu mengetahui bagaimana Golkar bisa menaungi sebanyak delapan eks napi korupsi yang berlaga di kontestasi pilihan legislatif daerah. Pasalnya, kata Bamsoet, keputusan pemilihan caleg dipegang oleh Dewan Pimpinan Daerah.
"Kami di DPP (Dewan Pimpinan Pusat) kan hanya mengatur yang untuk pusat dan tidak ada sama sekali (caleg eks koruptor)," ujarnya.
Bamsoet juga menilai, pengumuman ini tak begitu berpengaruh pada elektabilitas para caleg. Sebab rakyat sudah cerdas dan mencari tahu tokoh tokoh uanf akan dipilih menjadi wakil rakyat dari daerahnya. "Jadi enggak perlu khawatir, menurut saya tidak terlalu demonstratif apalagi kalau tingkatnya bupati walikota pasti orang tahu sekampung sedesanya sekecamatan, si A si B secara profil pasti tahu," jelasnya.
Bamsoet pun menegaskan, pada prinsipnya, Golkar menghormati hak warga negara untuk dipilih dan memilih. Begitu pula caleg eks koruptor, kata dia, tidak ada yang berhak melarang mereka untuk menjadi caleg. "Sejauh itu tidak ada ya tidak ada Undang-undang yang bisa melarang itu hak mereka termasuk Partai Golkar," ucap Bamsoet.
Golkar pun tidak merekomendasikan para calegnya untuk mengumumkan bahwa dirinya adalah mantan narapidana, sesuai UU Pemilu Pasal 240. "Bunyinya caleg kan, kita persilahkan caleg untuk mengumumkan sendiri kita nggak bisa melanggar UU," ujar Bamsoet menambahkan.