REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh Taqwaddin menyatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh telah memberikan 26 kewenangan khusus kepada provinsi tersebut.
"Kewenangan khusus ini harus dikelola dengan baik agar masyarakat sejahtera," kata Taqwaddin dalam rilis yang diterima Antara di Banda Aceh, Kamis (31/1).
Menurut Taqwaddin, keberadaan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada hakikatnya manifestasi dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD-NRI) Tahun 1945.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat Khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang undang.
"Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia hingga saat ini hanya empat satuan daerah yang dinyatakan berstatus khusus yaitu Provinsi Aceh, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dan Provinsi Papua serta Papua Barat,” kata Taqwaddin.
Ada pun satuan pemerintahan daerah yang berstatus istimewa di Indonesia hanya dua provinsi yaitu Provinsi Aceh (UU Nomor 44 Tahun 1999) dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (UU 13 Tahun 2012).
Berdasarkan status pemerintahan daerah yang bersifat istimewa, UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Daerah Provinsi Istimewa Aceh telah memberikan legitimasi secara yuridis formal keistimewaan.
"Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999, Aceh mendapat empat keistimewaan, terdiri atas penyelenggaraan pendidikan, penyelenggaraan kehidupan beragama, penyelenggaraan kehidupan adat istiadat dan peran ulama dalam pengambilan kebijakan daerah," kata dia.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh juga mengajak semua komponen masyarakat terutama eksekutif dan legislatif di Aceh untuk mengimplementasikan perintah-perintah UU Pemerintah Aceh yang masih belum terealisasi.
"Saya berharap dengan adanya UUPA harus secara lebih cepat mewujudkan peningkatan kesejahteraan dan kecerdasan bagi rakyat Aceh," katanya.