REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kuasa hukum Toyota Soluna Community (TSC), Ade Manansyah, mengatakan sangat kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi aturan menyetir menggunakan telepon genggam (handphone). Menurut TSC, penggunaan Global Positioning System (GPS) atau sistem navigasi berbasis satelit yang ada pada telepon genggam tidak menggangu konsentrasi mengendara.
"Kami sebagai kuasa hukum dari pemohon, memang sangat kecewa terhadap putusan MK. Sebab menurut kami penggunaan GPS sebetulnya tidak menggangu konsentrasi dalam berkendara," ujar Ade ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (31/1).
Meski demikian, Ade menegaskan jika pihaknya tetap menghargai putusan MK tersebut. Dia pun mengakui bahwa untuk kembali mengajukan gugatan dengan batu uji pasal yang sama (Pasal 106 ayat 1 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan/UU LLAJ) sudah tidak memungkinkan.
"Kalau untuk menguji pasal yang sudah dilakukan pengujian sepertinya sudah tidak bisa. Namun, pengajuan uji materi tetap bisa dilakukan jika menggunakan batu uji pasal yang lain. Sementara yang kami ajukan uji materi kan soal menggunakan telepon saat berkendara," tegasnya.
Sebelumnya, TSC mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal Pasal 106 ayat 1 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009). Pasal ini berbunyi 'setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.'
Adapun penjelasan 'penuh konsentrasi adalah setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.
Oleh sebab itu, kata 'menggunakan telepon' di pasal di atas dinilai tidak tepat dan multitafsir. Sebab, aturan itu tidak relevan dengan perkembangan zaman karena telepon genggam kini sudah mengalani perkembangan, salah satunya munculnya teknologi GPS.
"Yang dimaksud dengan menggunakan telepon, apakah menggunakan untuk berkomunikasi atau untuk menggunakan GPS.Teknologi GPS dapat digunakan keperluan sesuai tujuannya. GPS dapat digunakan oleh peneliti, olahragawan, petani, tentara, pilot, petualang dkk," jelas TSC sebagaimana dikutip dari materi gugatan yang diunggah pada laman resmi MK.
Selain itu, TSC juga menggugat Pasal 283 yang mengatur ketentuan pidana atas larangan Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ. Pada pasal 283 diatur sanksi dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda Rp750.000.
MK pada akhirnya memutuskan menolak gugatan uji materi tersebut. Majelis hakim MK menilai, penggunaan GPS tidak dapat dilarang sepanjang tidak mengganggu konsentrasi pengemudi selama berlalu lintas.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Tidak ada persoalan inkonstitusionalitas terkait penjelasan pasal tersebut. Dengan demikian dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (30/1).