REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah mengevaluasi bagasi berbayar yang diterapkan Lion Air Group sejak 31 Januari 2019. Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana B ramesti mengtakan Kemenhub menemukan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti sejak Lion Air dan Wings Air menerapkan bagasi berbayar.
Polana menjelaskan beberapa hal yang harus ditindaklanjuti dari dua maskapai tersebut yaitu masih banyaknya pengguna jasa angkutan udara yang belum memahami tata cara pembelian bagasi dengan cara prabayar. “Penumpang banyak membeli di check in counter dengan harga excess baggage ticket (EBT),” kata Polana di Gedung Kemenhub, Jumat (1/2).
Dia menjelaskan harga EBT tersebut merupakan harga normal tarif bagasi yang lebih mahal dibandingkan prabayar. Menurut Polana hal tersebut masih sering menimbulkan keluhan para penumpang setelah diterapkan bagasi berbayar.
Polana menilai Lion Air belum mensosialisasikan tarif bagasi dengan cara prabayar dengan baik. “Ini membuat masyarakat belum mengetahui besaran harga tarif bagasi dengan cara prabayar,” ujar Polana.
Selain itu, Polana mengatakan pembelian bagasi berbayar dengan cara prabayar melalui laman resmi Lion Air masih terdapat beberapa kekurangan tampilan pada sistem. Beberapa diantaranya yaitu pembelian bagasi berbayar untuk penerbangan langsung, transit, dan transfer yang dilakukan Lion Air, Wings Air, Batik Air atau kombinasinya.
Dengan adanya evaluasi tersebut, Polana meminta Lion Air Group lebih intensif untuk mensosialisasikan tarif bagasi dengan cara prabayar. “Pasca bayar sangat murah //kok//, Rp 10 ribu per kilogram,” tutur Kasubdit Sistem Evaluasi Informasi dan Layanan Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Putu Eka Cahyadi ditemui dalam kesempatan sama.
Putu menilai saat ini masyarakat belum siap mengatur atau membagi bagasinya dengan kebijakan baru saat ini. Padahal, menurut Putu jika masyarakat bisa memperhatikan bagaimana cara yang tepat maka biaya bagasinya dapat lebih hemat.