REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberlakukan pembatasan visa kepada Ghana. Mereka menilai Ghana tidak dapat bekerja sama dalam menerima warga negaranya yang dideportasi dari AS.
Sekretaris Negara AS, Mike Pompeo telah memerintahkan petugas konsuler di Ghana untuk menerapkan pembatasan visa pada kategori tertentu dari para pemohon. Sementara itu, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menyatakan, apabila Ghana tidak merespons, maka pembatasan visa ini akan diperluas.
"Ghana telah gagal memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional, untuk menerima kembali warga negaranya yang diminta meninggalkan AS," ujar Sekretaris Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Kirstjen Nielsen, dilansir Reuters, Jumat (1/2).
Nielsen berharap, Pemerintah Ghana dapat bekerja sama dengan Pemerintah AS untuk merekonsiliasi masalah tersebut. Sejak dua tahun lalu, AS mulai menindak beberapa negara di Afrika yang dinilai tidak kooperatif dalam memulangkan warganya yang terkena deportasi. Hal itu dilakukan setelah anggota parlemen konservatif di Washington menyerukan penerapan ketentuan hukum imigrasi yakni menangguhkan penerbitan visa kepada negara-negara yang tidak kooperatif untuk memulangkan warganya.
AS telah mengidentifikasi puluhan negara di Afrika yang tidak kooperatif tersebut. Adapun Ghana dan Somalia masuk dalam daftar lima besar. Sementara itu, beberapa waktu lalu AS telah menangguhkan visa untuk Gambia dan Eritrea.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS menyatakan, pemerintah telah berulang kali meminta Pemerintah Ghana untuk mematuhi kewajiban internasional dan mengeluarkan dokumen perjalanan yang diperlukan. Dengan demikian, warga Ghana yang terkena deportasi dapat meninggalkan AS dengan penebangan komersial. Adapun, kedua negara telah membicarakan hal ini selama dua tahun dan juga melibatkan parlemen.
Hampir 7.000 warga Ghana dideportasi dari AS karena mereka tidak memperpanjang visa dan telah melanggar hukum di Negeri Paman Sam tersebut. Pemerintah AS menginginkan, Kedutaan Besar Ghana di AS dapat mengeluarkan dokumen bagi warga negaranya yang terkena deportasi, dan mengembalikannya dengan pesawat komersial sebagai penumpang reguler.