REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) secara resmi membentuk lembaga riset dan inovasi, Institut Industri Tambang dan Mineral atau Mining and Minerals Industry Institute (MMII). Ini dilakukan sebagai salah satu upaya mempercepat pengembangan hilirisasi sektor pertambangan, sehingga pengelolaan sumber daya alam Indonesia dapat menciptakan nilai tambah.
MMII adalah lembaga yang berfungsi untuk mendukung Inalum dan seluruh pemangku kepentingan di industri pertambangan dan mineral untuk mengembangkan teknologi, meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, dan menyusun rekomendasi kebijakan pengelolaan pertambangan dan industri nasional yang berkelanjutan.
MMII memiliki visi untuk menjadi lembaga penelitian dan pengembangan yang berpengaruh dan terdepan di dunia di bidang pertambangan, industri berbasis mineral dan energi. Untuk mencapai visi tersebut, MMII akan berperan dalam membantu pemerintah menyusun kebijakan pengelolaan pertambangan dan industri yang berkelanjutan; melakukan riset dan inovasi pertambangan dan industri dengan mengedepankan penggunaan energi bersih, efisien dan berbiaya murah; dan meningkatkan kapabilitas, pengetahuan dan keahlian SDM tambang dan industri.
Peresmian lembaga ini dilakukan oleh Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, Direktur Utama Inalum Budi G Sadikin, dan Ketua Dewan Penasihat MMII Subroto. Peresmian MMII disertai dengan diadakannya diskusi publik bertema “Hilirisasi Sektor Pertambangan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.
Budi G Sadikin mengatakan, MMII diharapkan dapat membantu mendorong dan mempercepat hilirisasi melalui sinergi dengan universitas dan lembaga riset baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga sektor tambang dan industri dapat memberikan nilai tambah dan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
"MMII juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di dunia pertambangan sehingga dapat mengelola industri tambang dengan lebih baik dan ramah lingkungan,” ujar Budi.
Pada tahun ini, Inalum akan fokus pada pengerjaan empat proyek hilirisasi yang terdiri dari pembangunan pengolahan bauksit menjadi alumina bersama PT Aneka Tambang Tbk di Kalimantan Barat, pembangunan pengolahan batubara menjadi gas dan produk turunan lainnya yang akan dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk di Riau, pembangunan smelter tembaga yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dan penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.
Saat ini MMII juga memiliki kerja sama dengan lembaga riset terkemuka dari Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology Energy Initiatives (MITEI). Kolaborasi ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pengembangan teknologi energi rendah karbon dan pertambangan yang berkelanjutan. Kolaborasi dengan MITEI akan membantu Inalum mengembangkan proyek pertambangan dan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.