REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT— Lebanon menyepakati pemerintahan baru pada Kamis (31/1). Kesepakatan ini mengakhiri pertikaian-pertikaian antara faksi-faksi politik, yang telah berlangsung selama beberapa bulan.
Pertikaian-pertikaian antara faksi yang berbeda pandangan politik mencemaskan karena ekonomi Lebanon mengalami krisis dan utang publik yang besar.
Pengumuman tersebut mendorong harga saham Lebanon naik 4,3 persen ke harga tertinggi sejak Agustus.
Saad al-Hariri yang didukung Barat akan menghadapi tantangan besar dalam masa kepemimpinannya yang ketiga.
Sementara Perdana Menteri Lebanon itu berusaha merealisasikan pembaruan untuk mengatasi keuangan negara dan mengucurkan bantuan dan pinjaman miliaran dolar yang sudah dijanjikan untuk mendorong pertumbuhan yang lambat.
Pemerintahan baru akan mencakup sebagian besar faksi politik Lebanon, yang telah merundingkan susunan kabinet sejak pemilihan 6 Mei lalu. Sejumlah tokoh Hizbullah yang didukung Iran masuk dalam formasi kabinet itu.
Menteri Keuangan, Ali Hassan Khalil, dari Partai Amal pimpinan Ketua Parlemen Nabih Berri, dan Menteri Luar Negeri Gebran Bassil, pemimpin Gerakan Patriotik Bebas pimpinan Presiden Micehl Aoun, masih tetap di posisi mereka, demikian menurut kantor kepresidenan.
Hizbullah memilih Jamil Jabak untuk menduduki posisi menteri kesehatan walaupun Jabak bukan anggota kelompok tersebut. Kementerain itu memiliki anggaran terbesar keempat di aparatur negara, menurut sumber seorang mantan menteri yang tak lagi duduk di kabinet.
Dengan memeilih Jabak, Hizbullah yang memiliki persenjataan berat akan bergerak melampaui peran marjinal yang dimainkannya di masa-masa pemerintahan-pemerintahan lalu.
Amerika Serikat memandang Hizbullah sebagai organisasi teroris dan telah memberlakukan sanksi-sanksi atas kelompok itu sebagai bagian dari kampanye melawan Iran.
Sejak pemilihan itu, pemerintahan lalu Hariri, yang dipilih akhir 2016, terus memerintah dalam kapasitas sebagai pejabat sementara.
Hariri kehilangan lebih sepertiga anggotanya yang duduk di parlemen dalam pemilihan itu tetapi tetap memegang status sebagai pemimpin Muslim Sunni dan kembali sebagai perdana menteri, posisi yang disediakan bagi kelompoknya berdasarkan sistem perundang-undangan Lebanon.