REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar, menyebutkan serangan teror bom bunuh diri di gereja yang dilakukan sepasang suami-istri di Jolo, Filipina, merupakan terorisme keluarga. Teror dengan cara seperti itu merupakan yang kedua, setelah yang pertama dilakukan di Indonesia.
"Ini merupakan terorisme keluarga, familial terrorism. Mungkin pasangan itu tidak punya anak," ujar Al Chaidar melalui pesan singkat, Jumat (1/2).
Menurutnya, cara meneror yang terjadi di gereja di Jolo, Filipina, itu serupa dengan apa yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Ia juga menyebutkan, teror menggunakan metode terorisme keluarga tersebut merupakan yang kedua yang pernah terjadi di dunia.
"Ini kejadian kedua di dunia. Iya (ini dilakukan oleh) jaringan ISIS Abu sayaf," ungkap Al Chaidar.
Jenis terorisme tersebut, kata Al Chaidar, sebelumnya telah ia prediksi akan terjadi berulang kali. Selain berpendapat kejadian tersebut dilakukan dengan metode yang sama, Al Chaidar juga memiliki hipotesis, kejadian di Filipina itu ada hubungannya dengan yang terjadi di Surabaya.
Karena itu, ia menilai, perlu ada program yang lebih akurat dan lebih tepat dalam menanggulangi terorisme, yaitu program counter wacana. Program kontra wacana adalah program yang membahas wacana-wacana yang sering menjadi bahan pembicaraan di kalangan kelompok radikal.
"Seperti wacana jihad, baik itu jihad sendiri, jihad bersama pacar seperti bom Madrid, jihad bersama keluarga, jihad bersama istri," katanya.
Aksi bom di gereja Katolik Roma di Jolo Filipina tersebut mengakibatkan 20 korban meninggal dan 80 korban luka.