REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penutupan pemerintah terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat (AS) telah berakhir. Namun, dampak kerusakan yang ditimbulkannya, berimbas kepada program luar angkasa AS, kemungkinan akan dirasakan selama bertahun-tahun yang akan datang.
Dilansir di Space.com, penutupan 35 hari parsial menyebabkan sebagian besar tenaga kerja NASA menjadi cuti. Penutupan itu, berakhir Jumat (25/1) lalu, dengan perbaikan sementara. Presiden AS Donald Trump menandatangani resolusi berkelanjutan yang mendanai Pemerintahan hingga 15 Februari mendatang.
Tidak ada jaminan bahwa semuanya akan berjalan lancar melampaui tenggat waktu yang semakin dekat ini. Sebab, Trump mengatakan dia akan terus mendorong uang untuk membangun tembok tambahan di sepanjang perbatasan dengan Meksiko.
Tetapi bahkan dalam skenario yang paling ramai, NASA dan program ruang angkasa Amerika yang lebih luas bisa merasakan kerusakan yang cukup. Setidaknya hal itu dikatakan oleh para ahli.
Misalnya, penutupan sementara menghentikan pekerjaan pembangunan di banyak misi NASA, serta proyek-proyek luar yang bergantung pada uang hibah dari NASA dan atau lembaga pemerintah lainnya. Ini bisa memiliki konsekuensi keuangan yang serius di ujung jalan.
"Proyek-proyek yang telah ditunda selama satu atau dua bulan. Mungkin itu semacam peningkatan, tetapi biasanya berakhir dengan proyek yang harganya jauh lebih mahal," ujar Presiden American Astronomical Society, Megan Donohue.
Direktur Space Telescope Science Institute di Baltimore, Ken Sembach, mengatakan beberapa misi operasional, juga akan mengalami penundaan yang signifikan. Gelombang kejut dari shutdown pemerintah akan beriak selama beberapa bulan atau lebih bahkan setelah shutdown berakhir.
"Benar-benar, benar, bahwa ketika kita melakukan shutdown, kita kehilangan orang. Dan itu benar-benar terjadi," kata Administrator NASA Jim Bridenstine pada Selasa (29/1) lalu.