REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat musik Wendi Putranto dengan tegas menolak Rancangan Undang-Undang Permusikan karena substansi yang terkandung dalam pasal-pasal di RUU tersebut bermasalah. Ia menilai setidaknya ada 19 pasal yang bermasalah dalam RUU tersebut.
"Soal RUU Permusikan, kalau Mas Anang yes, kami no," kata Wendi, menirukan jargon Anang Hermansyah di acara pencarian bakat, saat ditemui di Jakarta, Senin (4/2).
Anang Hermansyah, yang sudah puluhan tahun berada di industri musik Indonesia, sejak 2014 lalu menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang turut merumuskan RUU Permusikan ini. RUU ini ditolak oleh sejumlah musisi karena dinilai menghambat kreasi pemusik.
Wendi tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Saat ini, koalisi tersebut berisi lebih dari 200 musisi dan pelaku industri musik. Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah.
Baca juga, Baca juga, Ratusan Musisi Tolak RUU Permusikan
Mereka menemukan setidaknya 19 pasal yang bermasalah dalam RUU tersebut. Pasal-pasal itu berpotensi membatasi dan menghambat proses kreasi serta kebebasan berekspresi. Wendi juga menilai dasar permasalahan dalam merumuskan undang-undang ini tidak aktual.
Pembajakan karya musik menjadi salah satu hal yang menjadi landasan RUU ini. Padahal menurut Wendi, kenyataan di lapangan sudah tidak relevan.
"Sekarang CD bajakan sudah nggak laku, pembajaknya juga bangkrut," kata Wendi.
Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, menurut Wendi juga sudah bertindak mengatasi pembajakan karya digital. Misalnya, pemerintah melakukan pemblokiran situs-situs yang memuat konten bajakan.
"Berarti sekarang problemnya bukan pembajakan," kata dia.
Anang dalam pertemuan dengan para musisi yang berlangsung pagi ini menyatakan sudah mendengarkan pendapat dari para profesional, termasuk musisi, untuk merumuskan rancangan undang-undang ini. Wendi mengakui musisi memang diundang ke pertemuan. Namun, menurut dia, hanya nama-nama besar yang diundang dan mewakili seluruh pelaku musik di Indonesia.
Koalisi ini tidak hanya menyatakan sikap penolakan mereka terhadap RUU ini di atas kertas, mereka juga sudah menggalang suara melalui petisi di internet. Wendi berharap gerakan ini akan dikenali sebagai pressure group sehingga dapat diajak berdiskusi untuk membahas RUU ini.