REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta serius menangani penganiayaan terhadap dua pegawai KPK yang sedang menjalankan tugas di Hotel Borobudur pada Ahad (3/2). Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan penanganan kasus penganiayaan yang segera dan mampu diusut tuntas.
Dalam penganiayaan itu, dua pegawai KPK mengalami patah hidung. Kejadian itu terjadi ketika korban sedang melaksanakan tugas penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan laporan masyarakat.
Direktur Publikasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Gita Putri Damayana mengatakan, kasus penganiayaan tersebut tidak dapat hanya dimaknai sebagai penganiayaan terhadap seseorang saja. Namun, merupakan upaya menghalangi penegakan hukum, serta bentuk teror terhadap kerja-kerja KPK dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Selain itu, kejadian ini bukan yang pertama. Sebelumnya aksi teror juga terjadi terhadap penyidik dan pimpinan KPK, tetapi sampai saat ini belum ada upaya penegakan hukum yang serius. Sebut saja kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, sudah berlalu lebih dari 600 hari.
Termasuk teror dengan menggunakan bom ke rumah dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M. Syarif, pun tidak menemui titik terang siapa pelakunya dan apa motifnya sampai saat ini. "Rentetan aksi teror terhadap penyidik dan pimpinan KPK di awal 2019 ini seharusnya membuat Presiden mengambil langkah tegas, dan menunjukan keberpihakannya terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya dalam keterangan pers, Senin (4/2).
PSHK berharap presiden mampu menegaskan tidak ada alasan untuk membiarkan aksi teror dan intimidasi yang terjadi terhadap KPK tanpa ada penegakan hukum. "Semua pihak harus mendesak penegak hukum untuk bekerja secara cepat dan professional terhadap berbagai kasus yang kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," tegasnya.
Upaya pengungkapan kasus ini juga harus menjadi prioritas dan menyeluruh, mengingat kompleksitas aktor dan dimensi kasus-per kasusnya yang berpotensi melumpuhkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Karena itu, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengutuk keras segala bentuk teror dan kekerasan terhadap KPK, dan perlawanan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Untuk kasus penganiayaan penyidik, PSHK juga mendesak Presiden membentuk dan memberikan mandat kepada Tim Gabungan Pencari Fakta.
Tujuannya mencari para pihak yang diduga terlibat dalam serangan ataupun pelemahan terhadap KPK, termasuk memberikan rekomendasi tindakan hukum yang tepat; dan mengevaluasi kinerja Kepolisian. PSHK juga Mendesak Pimpinan KPK mengambil langkah tegas dalam upaya memberikan perlindungan dan senantiasa membela pegawai KPK yang menjadi korban pada saat menjalankan tugas.
"Mendesak Kepolisian untuk mengusut tuntas berbagai kasus teror yang terjadi terhadap pegawai dan pimpinan KPK," katanya.