Rabu 06 Feb 2019 00:16 WIB

Indef Sayangkan Impor Pangan Awal Tahun

Defisit perdagangan semakin lebar dengan keputusan impor tersebut.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Gula impor
Foto: Antara
Gula impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development Economics and Finance (Indef) menyayangkan keputusan pemerintah yang membuka impor sejak awal tahun. Meski, keputusan impor merupakan dilema yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia 

Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, jika tidak melakukan impor maka akan ada kemungkinan stabilitas harga yang terganggu. Namun jika impor dilakukan secara besar-besaran, stabilitas harga bisa terjaga tetapi defisit perdagangan akan semakin besar.

"Dan efeknya kemana-mana, ke nilai tukar sampai ke persepsi kerentanan makro ekonomi Indonesia," ujarnya saat dihubungi, Selasa (5/2).

Untuk itu, sebelum mengambil keputusan impor, data sebagai acuannya harus jelas. Data tersebut berupa produksi, kebutuhan sehingga tahu pasti berapa kekurangannya yang perlu didatangkan dari negara lain.

Masalah data ini diakui Eko sudah mulai terselesaikan, hanya saja mekanisme koordinasinya yang selalu menjadi persoalan. Selain itu, tingkat pemahaman pembuat kebijakan yang berbeda turut mempengaruhi keputusan impor tersebut.

"Jadu ketika bicara stabilitas harga antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagabgan berbeda karena beda tugasnya. Padahal sama," kata dia.

Kementerian Pertanian berupaya menjaga stabiltas harga dengan kemampuan petani dalam negeri sementara Kementerian lain yang terpenting menjaga stabilitas harga meski menggunakan produk luar negeri.

Menurutnya, persoalan tersebut tidak akan pernah selesai jika hanya bicara stabilitas harga tanpa bertumpu pada upaya kemandirian pangan.

"Ya kalau enggak bisa menghindari impor ya kurangi pelan-pelan," katanya.

Indonesia awal tahun ini membuka keran impor pangan di antaranya jagung dan gula rafinasi. Padahal, dengan dilakukannya impor sejak awal tahun seolah membuat pemerintah tidak serius mewujudkan kemandirian pangan. Petani pun enggan melakukan produksi.

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Enny Ratnaningtyas menegaskan persetujuan impor gula untuk industri. Angka sebesar 2,8 juta ton akan direalisasikan dalam waktu dekat.

Ia mengatakan, angka alokasi impor gula mentah dibahas dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang turur melibatkan Kemenperin. Itu artinya, semua pihak sudah setuju dengan besaran permintaan impor tersebut.

Sayangnya, gula impor belum diketahui kapan akan tiba di tanah air.

"Kalau masuk saya tidak tahu kapannya," kata dia.

Masuknya gula impor menurut Enny segera dilakukan setelah terbit izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sementara rekomendasi impor gula untuk industri telah dikeluarkan Kemenperin akhir Januari 2019.

Ia berharap, ijin impor segera dikeluarkan agar pelaku industri gula rafinasi dapat merealisasikan impor gula mentahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement