Rabu 06 Feb 2019 09:05 WIB

Spanduk Penolakan Bayar Sewa Surat Ijo Marak di Surabaya

Surat ijo seluas 1.200 hektare tersebar di 23 kecamatan di Surabaya

Maskot Kota Surabaya, Suro dan Boyo (ikan hiu dan buaya)
Maskot Kota Surabaya, Suro dan Boyo (ikan hiu dan buaya)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Spanduk dan banner bertuliskan penolakan warga Kota Surabaya, Jawa Timur, membayar sewa atau retribusi surat ijo kepada pemerintah kota mulai marak di beberapa kawasan. Dalam istilah pertanahan, surat ijo adalah tanah aset milik pemerintah kota yang dialihfungsikan menjadi lahan bangunan/rumah warga ataupun untuk lahan usaha lainnya di mana pengguna lahan tersebut harus membayar retribusi kepada pemerintah kota setempat.

Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo, Bambang Sudibyo, mengatakan aksi pemasangan spanduk dan banner di rumah-rumah maupun gang-gang itu dilakukan secara swadaya oleh warga yang menempati tanah dengan surat ijo. "Pemasangan spanduk dan banner itu akan berlangsung terus-menerus dengan melibatkan sekitar puluhan ribu pemegang surat ijo," katanya di Surabaya, Rabu (6/2).

Berdasarkan laporan yang masuk, spanduk dan banner tersebut terpasang di Kertajaya, Perak Timur, Perak Barat,  Kertajaya, Barata, Bratang,  Dukuh Kupah Barat, Dukuh Kupang Timur, Pucang, Jagir, dan beberapa kawasan lainnya di Surabaya.

Ia mengatakan apa yang dilakukan itu tidak lepas dari rekomendasi Komisi A DPRD Jatim usai dengar pendapat dengan warga pemegang surat ijo, BPN, Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim pada 24 September 2018.

Rekomendasi itu di antaranya Pemkot Surabaya harus mencabut Perda 16 Nomor 2014 tentang  Pelepasan Tanah Aset Pemkot Surabaya, Perda 3/2016 tentang Izin Pemakaian Tanah, dan Perwali 9/2018 tentang  Perubahan Tarif Retribusi Kekayaan daerah.

"Rekomendasi lainnya adalah pemkot tidak memungut retribusi tanah 'surat ijo'," ujarnya.

Ia menambahkan selama ini warga harus membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) dan retribusi surat tanah ijo. Warga keberatan karena harus membayar dua kali dalam satu objek.

Bahkan, lanjut dia,  retribusi tanah surat ijo itu lebih mahal dibandingkan dengan PBB, sehingga hal itu membuat warga resah. "Bayangkan saja, membayar retribusi surat ijo lebih mahal tiga kali lipat dibandingkan membayar PBB. Kan kasihan mereka," katanya.

Terkait rencana rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Surabaya yang rencananya pada Rabu (6/2) ini ternyata gagal karena diundur. Bambang mengaku tidak tahu alasan gagalnya rapat tersebut.

Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya, Theresia Maria Ekawati Rahayu sebelumnya mengatakan pihaknya akan memberikan surat peringatan kepada pemegang surat tanah ijo yang tidak membayar retribusi. "Kan sudah tercantum dalam surat izin bahwa kewajiban pemegang izin (surat ijo, red) adalah membayar retribusi. Jika terlambat akan dikenakan denda," katanya.

Ia menambahkan  selama ini masih banyak pemegang surat ijo yang rutin membayar. Kalau nantinya ada yang mengancam tidak membayar,  ia berharap tidak berpengaruh terhadap pendapatan dari sektor retribusi tanah surat ijo.

Untuk diketahui, surat ijo seluas 1.200 hektare tersebar di 23 kecamatan.  Tanah surat ijo itu sendiri terdiri atas 46 ribu persil dan dihuni sekitar 400 ribu jiwa. Setiap tahun mereka harus membayar sewa ke Pemkot Surabaya selain juga membayar PBB.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement