Rabu 06 Feb 2019 10:37 WIB

Bau Korupsi di Balik Penganiayaan Dua Penyidik KPK

Pengintaian oleh dua penyidik KPK yang dianiaya karena ada sejumlah dugaan korupsi.

Penyidik KPK tengah bertugas. (Ilustrasi)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Penyidik KPK tengah bertugas. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui sedang mencermati sejumlah dugaan korupsi terkait proyek dan anggaran di Papua. Pernyataan itu terkait penganiayaan dua penyelidik KPK yang tengah mengintai rapat Pemerintah Provinsi Papua di Hotel Borobudur, Sabtu (2/2).

"Namun, tentu KPK belum dapat menyampaikan secara spesifik kasus apa sebagaimana yang ditanyakan pada kami beberapa waktu kemarin. Jika sudah masuk tahapan penyidikan dan memungkinkan disampaikan pada publik, akan kami informasikan sebagai hak publik untuk tahu," kata Kepala Bagian Humas KPK Febri Diansyah, Selasa (5/2).

Dua petugas KPK dikeroyok saat mengintai rapat pembahasan hasil ulasan Kementerian Dalam Negeri terhadap RAPBD Papua tahun anggaran 2019. Rapat dihadiri Pemerintah Provinsi Papua dan DPRD Papua.

Febri menjelaskan, upaya KPK melakukan pencegahan korupsi di Pemprov Papua dilakukan secara serius. Jika ada korupsi dalam proses penganggaran dan pengadaan, menjadi kewajiban KPK menanganinya.

photo
Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"KPK tidak akan toleran terhadap korupsi yang terjadi sepanjang terdapat bukti yang kuat," kata Febri.

Kepala Bagian Protokol Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Papua Gilbert Yakwar mengatakan, dua anggota KPK yang diamankan ke Polda Metro Jaya tidak dapat memperlihat kan surat tugas ketika tertangkap mematai-matai pihaknya. Karena itu, mereka diserahkan ke Polda Metro Jaya.

"Pada mulanya yang bersangkutan tidak mengakui sebagai pegawai KPK," katanya, Senin (4/2).

Menurut Gilbert, setelah tas jinjingnya diambil, terdapat kartu identitas sebagai anggota KPK atas nama Mu hamad Gilang Wicaksono. Ia mengaku bersama enam orang.

"Namun, ternyata yang berada di tempat kejadian hanyalah berdua bersama dengan seseorang yang kemudian diketahui bernama Ahmad Fajar. Selanjutnya diminta pula untuk memperlihatkan surat tugas atau perintah penugasan," katanya.

Dia menjelaskan, keduanya mengatakan hanya diperintah oleh pimpinan. Selanjutnya, diminta untuk memperlihatkan siapa saja yang telah diambil gambar atau difoto dengan telepon selulernya.

"Ternyata dalam telepon seluler tersebut terdapat hampir semua foto pejabat Papua beserta keterangan, termasuk barang-barang bawaan serta lebih disoroti lagi tentang adanya tas ransel yang dibawa oleh salah satu peserta yang diduga di dalamnya ada berisi uang untuk tujuan penyuapan," katanya lagi.

Menurut dia, keterangan tersebut sangat melukai hati pemerintah dan DPR Papua yang telah menyeriusi arahan dan pembinaan yang dilakukan KPK selama empat tahun ini. Rekomendasi KPK, kata dia, membuat pemprov membangun sistem e- planning, e-budgeting, e-samsat, e- perizinan, dan e-lapor.

"Saya kira tidak ada yang perlu dikhawatirkan ya, kalau memang tidak ada penyimpangan-penyimpang an, tidak melakukan tindak pidana korupsi, semestinya tidak perlu khawatir," kata Febri.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement