REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Tono Suratman memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tono dipanggil oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk melengkapi berkas tersangka kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia(KONI) dari Kemenpora, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy (EFH).
"Yang bersangkutan sudah hadir di Gedung KPK sejak pukul 09.00 WIB," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Rabu (6/2).
Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penyaluran bantuan dari Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Mereka adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana (MUL), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo (AP), Staf Kemenpora Eko Triyanto (ET), Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy (EFH), dan Bendahara Umum KONI Jhony E. Awuy (JEA).
Adhi Purnomo dan Eko Triyanto diduga menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp 318 juta dari pengurus KONI. Selain itu, Mulyana juga menerima Rp 100 juta melalui ATM.
Selain menerima uang Rp 100 juta melalui ATM, Mulyana juga sebelumnya sudah menerima suap lain dari pejabat KONI. Yakni, satu unit Toyota Fortuner, satu unit Samsung Galaxy Note 9, dan uang Rp 300 juta dari Jhony.
Uang tersebut diduga diterima Mulyana, Adhi, dan Eko agar Kemenpora mengucurkan dana hibah kepada KONI. Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan sebesar Rp 17,9 miliar.
Pada tahap awal, diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut. Diduga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai akal-akalan dan tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar.